Pertanyaan: Apakah ada zakat untuk perhiasan wanita semacam emas, perak, batu permata, dan lainnya?
Jawab:
Masalah ini termasuk kepada pembahasan tentang zakat perhiasan. Dalam hal ini ada perbedaan pada pendapat ulama. Dan dalam artikel ini berikut daftar yang akan kita bahas:
- Pendapat yang Mengatakan Tidak Ada Zakat Perhiasan
- Pendapat yang Mengatakan Adanya Zakat Pehiasan
- Nishab, Kadar, dan Haul Zakat Perhiasan
- Cara Menghitung Zakat Perhiasan
- Kesimpulan
Untuk lebih lengkapnya mari kita simak mulai dengan pembahasan Sayyid Sabiq dalam kitabnya yaitu Fiqhus Sunnah.
Hukum Zakat Perhiasan Emas dan Perak
Pala ulama sepakat, berlian, permata, intan, mutiara, marjan, dan batu-batu mulia lainnya tidak wajib dizakati, kecuali menjadi barang dagangan maka harus diakati. Sedangkan mengenai perhiasan wanita yang berbahan dasar emas dan perak, mereka berbeda pendapat. Abu Hanifah dan Ibnu Hazm berpendapat harus dizakati selama mencapai nishab.
Mereka berdalil dengan riwayat ‘Amr bin Syua’ib dari ayahnya, dari kakeknya:
“Dua orang wanita menemui Nabi saw. Keduanya sama-sama memakai gelang emas. Rasulullah saw. berkata, ‘Apakah kalian suka bila pada hari kiamat kelak, Allah memakaikan kalian gelang dari api neraka?’ Keduanya menjawab, ‘tidak.’ Rasulullah saw, melanjutkan, ‘Tunaikanlah hak (zakat) gelang yang melingkar di tangan kalian itu.'”
Asma’ binti Yazid menuturkan:
“Aku menemui Nabi saw. bersama bibiku. Ketika itu kami memakai gelang emas. Nabi saw. bertanya, ‘Apakah kalian membayar zakatnya?’ Kami menjawab, ‘Tidak.’ Nabi saw. melanjutkan, ‘Apakah kalian tidak takut seandainya Allah memakaikan kalian gelang dari api neraka? Tunaikanlah zakatnya.'” Al-Haitsami berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad. Sanadnya hasan.”
Asiyah ra. berucap:
“Rasulullah saw. menemuiku. Beliau melihat beberapa cincin perak melingkar di jari-jari. Beliau bertanya, ‘Mengapa engkau memakainya, wahai ‘Aisyah?’ Aku menjawab, ‘Aku memakainya untuk mempercantik diri di hadapanmu, wahai Rasulullah.’ Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau membayar zakatnya?’ Aku menjawab, ‘Belum.’ Beliau berkata, ‘itu sudah cukup untuk memasukkanmu ke dalam neraka.'” (HR. Abu Dawud,, Baihaqi, dan Daruquthni)
Tiga Imam Madzhab lainnya berpendapat bahwa perhiasan wanita tak perlu diambil zakatnya, berapapun besarnya. Baihaqi meriwayatkan, Jabir bin Andullah ditanya tentang perhiasan wanita, apakah harus dikeluarkan zakatnya Jabir menjawab, “Tidak.” Ia ditanya lagi, “Meskipun nilainya mencapai 1000 Dinar?” Jabir menjawab, “meskipun lebih besar lagi.”
Baihaqi juga meriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakr memakaikan anak-anak perempuannya perhiasan dari emas dan tidak mengeluarkan zakatnya, padahal nilainya sekitar 50.000 dirham. Dalam kitab Al-Muwatha’ disebutkan, Abdurrahman bin Qasim menyampaikan dari ayahnya bahwa ‘Aisyah ra. mengurus anak-anak perempuan saudara laki-lakinya yang telah menjadi yatim sehingga ‘Aisyahlah yang mengasuhnya. Mereka memakai perhiasan, tapi ‘Aisyah tidak menzakatinya.
Pendapat yang Mengatakan Adanya Zakat Perhiasan
Pendapat yang telah kami paparkan di atas umumnya adalah yang menganggap perhiasan tidak perlu dizakati, khususnya perhiasan yang dipakai. Dan memang pendapat tersebut merupakan pendapat mayoritas (jumhur) ulama. Tetapi apakah semua ulama berpendapat demikian?
Ada 3 macam pendapat yang menyebutkan perhiasan perlu dizakati, yaitu:
Pendapat pertama: menyebutkan bahwa perhiasan perak maupun emas wajib dikeluarkan zakat secara mutlak bilamana telah mencapai nishab dan berlalu satu tahun (haul). Itu berlaku baik untuk perhiasan yang disimpan, dipersiapkan, atau diperdagangkan (Madzhab Hanafiyah, Lihat Fathul Qadîr I/524)
Pendapat kedua: menyebutkan bahwa perhiasan emas & perak wajib dikeluarkan zakatnya tetapi hanya sekali untuk selamanya. Ini adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA.
Pendapat Ketiga: menyebutkan zakat untuk perhiasan emas dikeluarkan dengan cara meminjamkannya. Ini berdasarkan riwayat melalui Asma’ RA dan Anas RA (Subulus Salam, imam ash-Shan’âni IV/42-43).
Nishab, Kadar, dan Haul Zakat Perhiasan
Bagi yang berpendapat adanya adanya zakat perhiasan, maka umumnya zakat perhiasan memiliki nishab yang sama seperti nishab emas, yaitu 20 dinar/mitsqal atau sepadan 85 gr emas 24 karat. Sedangkan untuk perhiasan dari perak, maka sesuai nishab perak yaitu 200 dirham atau seberat 595 gram perak murni.
Sedangkan rincian nishab zakat emas dan perak berdasarkan ukuran modern adalah:
Satu dinar = 4,25 gr, Satu dirham = 2,975 gr.
Maksudnya adalah, nishab emas: 4,25 gr x 20 = 85 gr. Sedangkan nishab perak ialah: 2,975 gr x 200 = 595 gram.
Ukuran di atas adalah berdasarkan penelitian sebagian ulama seperti Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dari kitabnya yang berjudul asy-Syahrul Mumti’.
Kadar Zakat Perhiasan
Sedangkan kadar zakat perhiasan adalah serupa dengan kadar zakat yang dikeluarkan dari zakat emas dan perak yaitu 2,5%. Berdasarkan hadits riwayat Abu Daud yang menyebutkan, bila kita memiliki 200 dirham maka zakatnya adalah 5 dirham. Sedangkan bila kita memiliki 20 dinar maka zakatnya adalah setengah dinar.
Haul Zakat Perhiasan: Haul zakat perhiasan adalah sebagaimana zakat emas dan perak, yaitu 1 tahun.
Cara Menghitung Zakat Perhiasan
Berdasarkan ketentuan zakat perhiasan di atas maka kita bisa mengambil contoh simulasi berikut:
Asumsi
Asumsinya harga emas murni adalah 550.000/ gram. Dan perak murni adalah 8.000/gram. Makar nishab dan kadar zakatnya adalh sebagai berikut:
- Nishab zakat emas: 85 gr x 550.000 = 46.750.000
- Nishab zakat perak: 595 gr x 8000 = 4.760.000
Contoh: Seseorang mempunyai perhiasan 100 gr emas 24 karat dan telah ada selama setahun. Berarti dia wajib zakat karena telah terpenuhi nishab dan haul.
- Kadar zakat (bila dengan emas): 2,5% x 100 gr emas = 2,5 gram emas
- Kadar zakat (bila dengan uang): 2,5 gr emas x 550.000/gr = 1.375.000
Bila perhiasan perak 700 gr perak selama setahun. Berikut
- Kadar zakat (bila dengan perak): 2,5% x 700 gr perak = 17,5 gram perak
- Kadar zakat (bila dengan uang): 17,5 gr perak x 8000/gr = 140.000
Kesimpulan
Dalam kitab al-Muwatha’ juga disebutkan bahwa Ibnu Umar ra. memakaikan perhiasan emas terhadap putri-putrinya dan pelayan-pelayannya, tanpa mengeluarkan zakatnya. Al-Khaththabi berkata, “makna yang jelas dari ayat Al-Qur’an (at-Taubah: 34) menguatkan pendapat yang mewajibkan zakat perhiasan, dan atsar juga mendukungnya. Sedangkan orang yang tidak mewajibkannya memiliki penafsiran sendiri dan diperkuat oleh beberapa atsar. Tapi yang lebih hati-hati adalah mengeluarkan zakatnya.”
Perbedaan pendapat ini hanya terkait dengan perhiasan yang dibolehkan. Namun jika seorang wanita memakai perhiasan yang tidak diperbolehkan untuknya, seperti mengunakan perhiasan yang identik dengan laki-laki semisal perhiasan pedang, maka hukumnya haram dan harus menzakatinya. Begitu pula dengan perabot yang terbuat dari emas dan perak.