Pernah suatu ketika saya mengontrak rumah di sebuah perumahan muslim di Bogor, saya menemukan banyak sekali rumah kosong, tak terpakai sama sekali, usang. Beberapa dari perumahan kosong tersebut dimiliki hanya oleh seorang. Yang bahkan orang itu tidak tinggal di perumahan tersebut. Dan kemungkinan orang tersebut -karena memiliki banyak rumah- pasti orang kaya. Saya paham bahwa rumah tersebut diniatkan sebagai aset investasi properti.

Rumah adalah aset yang hampir selalu naik harganya sehingga banyak digandrungi oleh orang yang ingin mengembangkan hartanya. Tetapi rasanya ada yang tidak pas bukan? Banyak orang disekitar perumahan tersebut yang masih homeless atau tunawisma, minimal dia menumpang di rumah kerabatnya. Banyak orang yang masih tidak mampu untuk mempunyai rumah, and yet, harga rumah terus menanjak.

Pertanyaan untuk kita : Apakah semua rumah itu berkah? Let us see.

A. Berkah dalem (dalam) Harta

Hartamu, hartaku dan harta kita bisa saja berkah, bisa saja tidak. Ada beberapa kriteria keberkahan yang ditetapkan Sang Pencipta Berkah itu sendiri yaitu :

1. Sedikit dari harta tersebut dapat memenuhi kebutuhan

“… tumbuhkanlah buah-buahanmu, dan kembalikan keberkahanmu, maka pada masa itu, sekelompok orang akan merasa cukup (menjadi kenyang) dengan memakan satu buah delima, dan mereka dapat berteduh dibawah kulitnya. Dan air susu diberkahi … sekali peras susu seekor sapi dapat mencukupi manusia satu kabilah….”  (HR. Imam Muslim).

Buah Delima

Sekali peras susu seekor sapi, mencukupi satu suku.

Sekelompok orang, kenyang, dengan hanya satu buah delima ?? Bayangkan !!

Berarti berkah bukan hanya kuantitas tetapi kualitas, teman. Seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad :

Bahwa ditemukan di gudang khalifah Bani Umawiyyah sekantung gandum yang biji-bijinya sebesar biji kurma, dan bertuliskan pada kantung luarnya: ‘Ini adalah gandum hasil panen masa keadilan ditegakkan.’” (Zaadul Ma’ad oleh Ibnul Qayyim, 4 / 363 dan MusnadImam Ahmad bin Hambal, 2/296).

Bayangkan bijih gandum, dan bayangkan biji kurma, kemudian bandingkan. Jikalau setiap hasil panen kita diberkahi di negeri ini tentu kita akan semakin makmur. Atau, tak usahlah kita bicara negara dulu, bayangkan jika kita bisa selalu kenyang dengan hanya sedikit makanan, tentu itu akan banyak menghemat anggaran.

2. Mengeyangkan / Mencukupi kebutuhan

Keberkahan ada ketika rezeki / benda itu memenuhi fungisnya, coba kita perhatikan sabda Rasul berikut ini :
“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 4520)

3. Memenuhi sebagaimana fungsinya / manfaatnya

“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3062 dan Ahmad 3: 357).

Dari hadits-hadits di atas tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa harta berkah itu :

1. Berkualitas
2. Mengenyangkan, dengan kata lain mencukupi.
3. Memenuhi manfaat dari benda tersebut.

Jadi jika kenaikan harta kita, entah itu kenaikan gaji atau keuntungan bisnis, tidak mencukupi kita dan harta tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Berarti harta tersebut tidak berkah.

B. Berkah dalam Perdagangan

Jalan untuk mendapakan harta adalah dengan perdagangan. Oleh karena itu keberkahan ditentukan oleh jalan mendapatkannya. Ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh Sang Pencipta Berkah, yaitu:

Kejujuran

Dari sahabat Urwah bin Abil Ja’id al Bariqy radhillahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberinya uang satu dinar agar ia membelikan seekor kambing untuk beliau, maka sahabat Urwah dengan uang itu membeli dua ekor kambing, lalu menjual salah satunya seharga satu dinar. Dan iapun datang menghadap Nabi dengan membawa uang satu dinar dan seekor kambing. Kemudian Nabi mendoakannya agar mendapatkan keberkahan dalam perniagaannya. Sehingga andaikata ia membeli debu, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan padanya.” (HR. al-Bukhary).

Perniagaan bisa menjadi sebab keberkahan. Dan berkah tersebut bisa berbentuk keahlian (skill) dan keberuntungan (luck) dalam perdagangan.

“Orang yang bertransaksi jual beli ….Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”. (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532).

Kejujuran menjadi sebab keberkahan. Begitu juga sebaliknya, pedagang yang tidak jujur tidak berkah pendapatannya. Tapi coba perhatikan, betapa banyaknya sekarang yang menggunakan teknik marketing dan iklan yang melebih-lebihkan barangnya dan menutupi kekurangannya. Jangan sampai kita pernah tergiur teknik-teknik markeing yang mencoba memanipulasi pikiran konsumennya dengan kedustaan.

Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang…” (HR. Bukhari no. 1472).

Tidak serakah (tidak tamak dan mengemis) menjadi sebab keberkahan. Ini berarti dalam perdangan kita boleh saja melakukan ekspansi (perluasan) tetapi jangan sampai kita mengambil kesempatan otang lain dan jangan sampai kita mengemis-ngemisnya.

Dari 3 Hadits di atas berarti kita tarik kesimpulan bahwa cara mendapatkan harta berkah adalah :
(1) Berdagang (2) dengan kejujuran dan (3) tidak serakah

Tentu dengan catatan semua transaksi tersebut bebas dari larangan-larangan syariat seperti riba, spekulasi dan lain-lain. Yang akan kita bahas di artikel lainnya.

Kesimpulan

Harta yang berkah mempunyai sifat, yaitu :
1. Mengenyangkan, dengan kata lain mencukupi.
2. Memenuhi fungsi dari benda tersebut
3. Berkualitas

Danjalan mendapatkan harta berkah yaitu :
(1) Berdagang (2) dengan kejujuran dan (3) tidak serakah

Kembali ke pertanyaan awal, apakah aset investasi rumah yang kosong tak terpakai itu berkah?

Tentu tidak*, karena harta tersebut tidak mencukupi siapa-siapa dan tidak memenuhi fungsinya. Selain itu investasi tersebut terkesan serakah jika dia membuatnya hanya demi mengharapkan kenaikan harganya, sehingga orang yang tidak mampu membelinya makin tidak mampu.

Wallahu ‘alam bis showab


*Beda bahasan ketika rumah tersebut ditawarkan menjadi kos-kosan atau kontrakan atau digunakan manfaat lainnya.