Apakah Hukum Memakai Sutrah (Pembatas)

Membuat sutrah (pembatas dalam salat) adalah sunah. Tentunya agar tidak ada yang lewat di depan orang salat. Nyaris kebanyakan kita tidak melakukan sunah ini, sebab di masjid sudah ada karpet atau keramik yang membedakan antara 2 shaf, boleh jadi karena ada garis atau warna keramik nya berbeda, seperti di beberapa masjid baru.

Apakah garis dan sajadah itu cukup sebagai sutrah? Kita awali dengan hadis berikut:

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ – ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ – ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺇﺫا ﺻﻠﻰ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻠﻴﺠﻌﻞ ﺗﻠﻘﺎء ﻭﺟﻬﻪ ﺷﻴﺌﺎ, ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺠﺪ ﻓﻠﻴﻨﺼﺐ ﻋﺼﺎ, ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻠﻴﺨﻂ ﺧﻄﺎ, ﺛﻢ ﻻ ﻳﻀﺮﻩ ﻣﻦ ﻣﺮ ﺑﻴﻦ ﻳﺪﻳﻪ». ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺣﻤﺪ ﻭاﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ, ﻭﺻﺤﺤﻪ اﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika diantara kalian melakukan salat, maka letakkan sesuatu di hadapannya. Jika tidak ada maka tegakkan tongkat, jika tidak ada maka gariskan. Dengan begitu boleh bagi orang lain untuk lewat di depannya” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban)

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Bulughul Maram:

ﻭﻟﻢ ﻳﺼﺐ ﻣﻦ ﺯﻋﻢ ﺃﻧﻪ ﻣﻀﻄﺮﺏ, ﺑﻞ ﻫﻮ ﺣﺴﻦ.

“Tidak benar orang yang menilai hadis ini sanadnya goncang. Bahkan hadis ini Hasan.”

Hadis ini dinilai dlaif oleh ulama salafi Syekh Albani dalam Silsilah Dlaifah dengan banyak mengungkapkan alasan. Namun teman sejawat dari Salafi justru mendukung Imam Ibnu Hajar, yaitu Syekh Bin Baz:

ﻓﺎﻟﺤﺪﻳﺚ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﺔ ﺗﻮﺟﺐ ﺭﺩﻩ.

Maka hadis ini tidak memiliki kecacatan yang menyebabkan tertolak nya hadis ini (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Baz 13/317)

Dari hadis diatas Syekh bin Baz berkata:

ﺑﻞ ﻗﺎﻝ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﺇﻧﻪ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺴﺘﺮ ﺑﺎﻟﺨﻴﻂ ﻭﺑﻄﺮﻑ اﻟﺴﺠﺎﺩﺓ

“Bahkan ulama berkata bahwa boleh membuat pembatas dengan benang dan ujung sajadah” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Baz 13/325)

Kutipan dari Ulama Salafi diatas adalah untuk membantah bagi para pengikut Salafi di negeri kita.

Bagaimana dengan pendapat ulama Syafi’iyah? Imam Nawawi berkata:

ﻭاﺧﺘﻠﻒ ﻗﻮﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺭﺣﻤﻪ اﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﻪ ﻓﺎﺳﺘﺤﺒﻪ ﻓﻲ ﺳﻨﻦ ﺣﺮﻣﻠﺔ ﻭﻓﻲ اﻟﻘﺪﻳﻢ ﻭﻧﻔﺎﻩ ﻓﻲ اﻟﺒﻮﻳﻄﻲ ﻭﻗﺎﻝ ﺟﻤﻬﻮﺭ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ ﺑﺎﺳﺘﺤﺒﺎﺑﻪ

Pendapat Asy-Syafi’i ada dua. Dalam kitab Sunan Harmalah dan Qaul Qadim beliau menganjurkan membuat sutrah dengan menulis garis. Namun beliau meniadakan hal itu dalam kitab Al-Buwaithi dan mayoritas ulama Syafi’iyah menganjurkan membuat garis pembatas (Syarah Muslim 4/217)

Dengan demikian, jika di masjid sudah ada karpet untuk salat atau garis shaf, maka tidak perlu lagi membuat sutrah seperti di gambar bawah ini. Jika tidak ada tanda sama sekali, maka disunnahkan membuat sutrah, bisa dengan tas, pulpen atau alat yang lain.

Wallahu A’lam bis Shawab.


Sumber: FB Ma’ruf Khozin (https://www.facebook.com/muhammad.makruf.16/posts/1831739123520735)