Di sini kami akan membahas tentang apa itu murtad, hukumannya bagi yang melakukannya serta yang lain sebagainya yang terkait dengan murtad. Sehingga setidaknya kita bisa tahu dan memahami tentang hal-hal yang bisa menyebabkan kita menuju kepada tindakan atau pemikiran yang murtad.
Riddah atau Murtad
Yang akan kita bahas dari bab ini:
-
Pengertian dari murtad (jarimah riddah)?
-
Macam-macam murtad (jarimah riddah)?
-
Hukuman dari murtad (jarimah riddah)?
A. Pengertian Riddah (Murtad)
Riddah dalam arti bahasa adalah الرجو ع عن الشئ ا لي غير ه yang artinya kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain.1 Ibrahim Unais dan kawan-kawan dalam kamus Al-Mujam Al-Wasith Jilid I mengemukakan bahwa Murtad berasal dari kata :رده ردا وردة : معنه وصر فه ,yang artinya menolak dan memalingkannya.2 Sementara jarimah adalah segala bentuk larangan syara’ yang diancam dengan hukuman, baik berupa jarimah hudud, jarimah qishash atau jarimah ta’zir. Jarimah riddah adalah meninggalkan pembenaran syari’at Islam yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan; mengucapkan; dan berkeyakinan.3
Menurut istilah Syara’, pengertian riddah sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili adalah kembali dari agama islam kepada kekafiran, baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekhafiran, atau dengan ucapan.4 Pengertian yang sama dikemukakan juga oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut. Riddah adalah kembali (ke luar) dari agama islam atau memutuskan (ke luar) dari agama islam.5
As-Sayyid Sabiq menjelaskan lebih rinci bahwa riddah adalah kembalinya orang Islam yang berakal dan dewasa kepada kekafiran dengan kehendaknya sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, baik ia laki-laki ataupun perempuan.
Istilah riddah, menurut fuqaha hanya terbatas pada keluarnya seorang Muslim ke agama non-Muslim. Jadi kalau ada non-Muslim yang keluar dari agamanya dan pindah ke agama lain, maka perpindahan tersebut tidaklah dapat dikategorikan riddah. Alasannya adalah bahwa perpindahan dari orang kafir ke agama yang juga kafir itu tidak ada perbedaan, karena sama-sama batil, sedangkan perpindahan Muslim kepada agama kafir itu berarti perpindahan dari hidayah dan din al-haqq kepada kesesatan dan kekafiran.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapatlah dipahami bahwa orang yang murtad adalah orang yang ke luar dari agama islam dan kembali kepada kekafiran.
B. Dasar Hukum Riddah
Riddah merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah yang diancam dengan hukuman di akhirat,yaitu dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Surah Al-Baqarah 217 :
ومن يرتدد منكم عن دينه فيمت وهو كافر فأولئك حبطت أعمالهم في الدنيا والآخرة وأولئك أصحاب النار هم فيها خالدون ( البقرة :217 )
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah :217)6
من كفر بالله من بعد إيمانه إلا من أكره وقلبه مطمئن بالإيمان ولكن من شرح بالكفر صدرا فعليهم غضب من الله ولهم عذاب عظيم
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar. (QS. An-Nahl:106)
Di samping Al-qur’an, rasulullah saw.menjelaskan hukuman untuk orang murtad ini di dalam sebuah hadits :
و عن ابن عبا س ر ضي الله عنه قال : قال ر سو ل الله صلئ الله عليه و سلم : من بدل د ينه فا قتلوه (رواه البخاري
Dari Ibn Abbas ra. Ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda: “Barang siapa menukar agamanya maka bunuhlah dia.” (Hadits riwayat Bukhari)7
Dari ayat dan hadits tersebut jelaslah bahwa murtad termasuk salah satu jenis tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati.
C. Unsur-Unsur Jarimah Riddah
Dari definisi tersebut,dapat diketahui bahwa unsur-unsur murtad (jarimah riddah) itu ada dua macam,yaitu :
- Kembali (ke Luar) dari Islam
Unsur yang pertama dari jarimdah riddah adalah keluar dari islam. Pengertian ke luar dari islam itu adalah meninggalkan agama islam itu setelah mempercayai dan meyakininya.
- Ada I’tikad tidak baik
Untuk terwujudnya murtad (jarimah riddah) disyaratkan bahwa pelaku perbuatan itu sengaja melakukan perbuatan atau ucapan yang menunjukkan kepada kekafiran, padahal ia tahu dan sadar bahwa perbuatan atau ucapannya itu berisi kekafiran. Dengan demikian, apabila seseorang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kekafiran tetapi ia tidak mengetahui bahwa perbuatan tersebut menunjukkan kekafiran, maka ia tidak termasuk kafir dan murtad.8
D. Macam-Macam Riddah
Yang dimaksud dengan keluar dari Islam disebutkan oleh para ulama ada tiga macam:
- Murtad dengan perbuatan atau meninggalkan perbuatan.
Keluar dari islam dengan perbuatan terjadi apabila seseorang melakukan perbuatan yang diharamkan oleh islam dengan menganggapnya boleh atau tidak haram, baik ia melakukannya dengan sengaja atau melecehkan islam, menganggap ringan atau menunjukkan kesombongan. Contohnya seperti sujud kepada berhala, matahari, bulan, atau binatang, melemparkan mushaf alqur’an atau kitab hadis ke tempat yang kotor,atau menginjak-injaknya,atau tidak mempercayai ajaran yang dibawa oleh alquran. Termasuk juga dalam kelompok ini orang yang melakukan perbuatan haram,seperti zina,pencurian,minum minuman keras (khamr), dan membunuh dengan keyakinan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut hukumnya halal.
Adapun yang dimaksud dengan menolak melakukan perbuatan adalah keenggangan seseorang untuk melakukan perbuatan yang diwajibkan oleh agama (islam), dengan diiringi keyakinan bahwa perbuatan tersebut tidak wajib. Contohnya seperti enggan melaksanakan salat, zakat, puasa, atau haji, karena merasa semuanya itu tidak wajib.
- Murtad dengan ucapan
Keluar dari islam juga bisa terjadi dengan keluarnya ucapan dari mulut seseorang yang berisi kekafiran. Contohnya seperti pernyataannya bahwa Allah punya anak, mengaku menjadi nabi, mempercayai pengakuan seseorang sebagai nabi, mengingkari nabi, malaikat, dan lain-lain.
- Murtad dengan iktikad atau keyakinan
Keluar dari islam bisa terjadi dengan iktikad atau keyakinan yang tidak sesuai dengan akidah islam. Contohnya seperti seseorang yang meyakini langgengnya alam, atau keyakinan bahwa Allah itu makhluk, atau keyakinan bahwa manusia menyatu dengan Allah, atau keyakinan bahwa Alquran itu bukan dari Allah, atau bahwa Nabi Muhammad itu bohong, Ali sebagai nabi, atau bahkan menganggapnya sebagai tuhan, dan lain-lain yang bertentangan dengan Alquran dan sunah rasul.
Adapun keyakinan semata-mata tidak menyebabkan seseorang menjadi murtad (kafir), sebelum diwujudkan dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Hal ini berdasarkan hadis yang dirawayatkan empat imam ahli hadis dari Abu Hurairah bahwa rasulullah saw, bersabda :
ان الله تعا لي تجا وز لامتي عما حد ثت به انفسها ما لم تتكلم به او تعمل به (رواه الاربعة عن ابي هر يره
“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengampuni umatku dari apa-apa yang terlintas dalam hatinya, selama belum diucapkan atau dikerjakan.” (hadis riwayat yang empat dari Abu Hurairah)9
Dengan demikian seseorang yang baru beriktikad dalam hatinya dengan iktikad yang bertentangan dengan islam, belum dianggap ke luar dari islam dan di dunia secara lahiriyah ia tetap dianggap sebagai muslim dan tidak dikenakan hukuman.
Adapun di akhirat ketentuan dan urusannya diserahkan kepada Allah SWT. Apabila iktikadnya itu telah diwujudkan dan dibuktikan dengan ucapan atau perbuatan maka ia sudah termasuk murtad.
Seseorang dianggap murtad apabila ia berakal sehat. Dengan demikian, orang yang tidak berakal pernyataan murtadnya tidak sah, seperti orang gila,tidur,sakit ingatan,mabuk kareana barang yang mubah,atau anak kecil yang belum tamyiz, yang akalnya belum sempurna.
Menurut fuqaha Syafi’iyah,murtadnya anak kecil dan islamnya hukumnya tidak sah. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Zufar dari pengikut mazhab Hanafi,Zhahiriyah,dan Syi’ah Zaidiyah. Meskipun demikian,kelompok Syafi’iyah tetap mengakui keislaman anak kecil,karena ia mengakuti kedua orang tuanya atau salah satunya yang masuk islam.10
E. Hukum bagi Murtad (Jarimah Riddah)
Didalam murtad (jarimah riddah) ada tiga macam bentuk hukumannya, yaitu pokok, pengganti dan tambahan.
- Hukuman Pokok
Hukuman pokok untuk murtad (jarimah riddah) adalah hukuman mati dan statusnya sebagai hukuman had. Sesuai dengan Hadits “Barang siapa menggantikan agamanya, maka bunuhlah ia” (HR. Bukhari dari ibn Abbas).
Hukuman mati ini adalah hukuman yang berlaku umum untuk setiap orang yang murtad, baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Akan tetapi, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa perempuan tidak dihukum mati karena murtad, melainkan dipaksa kembali kepada islam, dengan jalan ditahan, dan kemudian dikeluarkan setiap hari untuk diminta bertobat dan ditawari untuk kembali ke dalam islam.
Sebelum dilaksanakan hukuman, orang yang murtad itu harus diberi kesempatan untuk bertobat. Waktu yang disediakan baginya untuk bertobat itu adalah 3 hari 3 malam menurut Imam Malik. Menurut Imam Abu Hanifah, ketentuan batas waktu untuk bertobat itu harus diserahkan kepada Ulul Amri, dan batas itu selambat-lambatnya 3 hari 3 malam. Tobatnya orang yang murtad cukup dengan mengucapkan dua “kalimah syahadah”. Selain itu, ia pun mengakui bahwa apa yang dilakuakannya ketika murtad bertentangan dengan agama Islam.11
Apabila ia menyatakan islam maka ia dibebaskan.akan tetapi, apabila ia tidak mau menyatakan islam maka ia akan tetap ditahan (dipenjara) sampai ia mau menyatakan islam atau sampai ia meninggal dunia. Sedangkan para ulama’ lain tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam penerapan hukuman bagi orang yang murtad.
Menurut ketentuan yang berlaku, orang yang murtad tidak dapat dikenakan hukuman mati, kecuali setelah ia diminta untuk bertobat. Apabila setelah ditawari untuk bertobat ia tidak mau maka barulah hukuman mati dilaksanakan. Menurut sebagian fuqaha penawaran untuk bertobat ini hukumnya wajib.
Sebagai akhir dari tobatnya itu, apabila tobatnya diterima maka hukuman mati menjadi terhapus dan statusnya kembali sebagai orang yang dijamin keselamatannya. Apabila setelah itu ada orang lain yang membunuhnya maka pelaku (pembunuh) harus diqishash, karena ia membunuh orang yang memiliki jaminan keselamatan.12
- Hukuman Pengganti
Hukuman pengganti diberikan apabila hukuman pokok tidak dapat diterapkan atau hukuman yang dijatuhkan setelah gugurnya hukuman asli karena adanya taubat. Hukuman pengganti untuk murtad (jarimah riddah) berlaku dalam dua keadaan sebagai berikut:
- Apabila hukuman pokok gugur karena tobat maka hakim menggantinya dengan hukuman ta’zir yang sesuai dengan keadaan pelaku tersebut,seperti hukuman jilid (cambuk), atau penjara atau denda atau cukup dengan dipermalukan (taubikh).
- Apabila hukuman pokok gugur karena syubhat, seperti pandangan Imam Abu Hanifah yang menggugurkan hukuman mati bagi pelaku wanita dan anak-anak maka dalam kondisi ini pelaku perbuatan itu (wanita dan anak-anak) dipenjara dengan masa hukuman yang tidak terbatas dan keduanya dipaksa untuk kembali ke agama islam.
- Hukuman Tambahan
Hukuman tambahan yang dikenakan kepada orang murtad ada dua macam, yaitu:
- Penyitaan atau Perampasan Harta
Hukuman tambahan adalah merampas hartanya dan hilang hak terpidana untuk bertasharuf (mengelola) hartanya. Menurut Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bahwa bila orang murtad itu meninggal, maka hartanya menjadi menjadi harta musyi’, yaitu tidak dapat diwariskan, baik kepada orang muslim ataupun maupun kepada non-muslim.
Menurut ulama lain, harta itu dikuasai oleh pemerintah dan menjadi harta fay’. Menurut mazhab Hanafi, bila harta tersebut didapatkan pada waktu ia muslim, maka diwariskan kepada ahli warisnya yang muslim dan harta yang didapatkan ketika ia murtad, maka hartanya menjadi milik pemerintah.
- Berkurangnya Kecakapan untuk Melakukan Tasarruf
Riddah tidak berpengaruh terhadap kecakapan untuk memiliki sesuatu dengan cara apapun kecuali warisan, tetapi ia berpengaruh terhadap kecakapan untuk men-tasarruf-kan hartanya, baik harta tersebut diperoleh sebelum murtad ataupun sesudahnya. Dengan demkian, tasarruf orang murtad, seperti menjual barang, tidak nafidz melainkan mauquf (ditangguhkan keabsahannya). Apabila ia kembali ke islam maka tasarruf-nya itu hukumnya sah dan dapat dilangsungkan, dan apabila ia mati dalam keadaan murtad maka tasarruf-nya hukumnya batal.13
F. Kesimpulan tentang Hukum Murtad
Riddah dalam arti bahasa adalah الرجو ع عن الشئ ا لي غير ه yang artinya kembali dari sesuatu ke sesuatu yang lain. Menurut istilah Syara’, pengertian riddah sebagaimana dikemukakan oleh Wahbah Zuhaili adalah kembali dari agama islam kepada kekafiran, baik dengan niat, perbuatan yang menyebabkan kekhafiran, atau dengan ucapan.
- Unsur-unsur Jarimah Riddah ada dua yakni: Kembali (ke Luar) dari Islam, dan Ada I’tikad tidak baik.
- Macam-Macam Riddah, disebutkan oleh para ulama ada tiga macam:
- Murtad dengan perbuatan atau meninggalkan perbuatan.
- Murtad dengan ucapan
- Murtad dengan iktikad atau keyakinan
- Hukuman untuk Jarimah Riddah
Didalam murtad (jarimah riddah) ada tiga macam bentuk hukumannya, yaitu
- Hukuman Pokok
- Hukuman Pengganti
- Hukuman Tambahan
— selesai —
Nukilan – Makalah ini disusun oleh: Asti Eka Arismayanti 1133020032, Hantini Sayyidah 1133020081, Monik Istiqomah Ramadan 1123020062, Muhammad Syahirul Alim 1123020065, Noor Bella 1123020071, Yazid 11 (Fakultas Syariah dan Hukum,UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI)
DAFTAR PUSTAKA
- Al-Kahlani,Muhammad ibn Ismail.1960.Subul As-Salam.Mesir:Mathba’ah Musthafa Al-Baby Al-Halaby.
- Ali,Zainudin.2009. Hukum Pidana Islam.Jakarta:Sinar Grafika.
- As-Sayuthi,Jalal Ad-Din.Tanpa tahun. Al-Jami’ Ash-Shaghir.Dar Al-fikr.
- Asy-Syaukani,Muhammad ibn Ali. Tanpa tahun.Nail Al-Authar. Saudi Arabia: Idarah Al-Buhuts Al-‘Ilmiyah.
- Mubarak, Jaih dan Enceng Arif Faizal. Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004.
- Muslich,A.Wardi.2005. Hukum Pidana Islam.Jakarta:Sinar Grafika.
- Unais,Ibrahim,et.al.Tanpa tahun. Al-Mu’jam Al-Wasith.Dar Ihya At-Turats Al-Arabi.
- Zuhaili,Wahbah.1989. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh. Damaskus:Dar Al Fikr.
Catatan Kaki
1 Wahbah Zuhali, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatahu, Juz VI, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1989, hlm. 183.
2 Ibrahim Unais, et. Al. , Al-Mu’jaim Al-Wasith, Juz I, Ihya’ At-turats Al-‘Arabi, 1972, hlm. 337.
3 Jaih Mubarak dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah (Asas-asas Hukum Pidana Islam), Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, Hal. 160
4 Wahbah Zuhaili, VI, loc. Cit.
5 Abd Al-Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-jinaiy Al-Islamy, Juz II, Dar Al-kitab Al-‘Arabi, Beirut, tanpa tahun, hlm. 706.
6 T.M. Hasbi Ash-Shidiqi, dkk., Al-quran dan terjemahannya,Mujamma’Khadim Al-Haramain, Madinah, 1411, hlm. 53.
7 Muhammad Ibn Isma’il Al-Kahlani, subul As-salam, Juz III, Syarikah wa Mathba’ah Mushthafa Al-Baby Al-Halaby, Mesir, 1960, hlm. 265.
8 Akhmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hlm.126
9 Jalal Ad-Din Abu Bakar As-Sayuti, Al-Jami’ Ash-Shaghir, Juz I, Dar-Al-Fikr,tanpa tahun, hlm. 68.
10 Abd Al-Qadir Audah,II,op. Cit. Hlm. 716-717.
11 Op. Cit. Prof. Dr. H. A. Djazuli. Hal 117
12 Akhmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hlm.127
13 Akhmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.hlm.130