Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang talak atau yang lebih dikenal sebagai perceraian. Memang masalah ini cukup sensitif, tapi kita, khususnya yang yang terlibat pernikahan, perlu memiliki ilmu tentangnya.
Pembahasan Tentang Talak
A. Pengertian Talak (Perceraian)
Talak atau Thalaq berasal dari kata “ithlaq” yang artinya melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah Agama talak artinya perceraian atau melepaskan ikatan perkawinan. Sedang dalam bahasa arab berasal dari kata طلق-يطلق-طلاق yang bermakna melepas atau mengurai tali pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkrit (seperti tali pengikat kuda) maupun bersifat abstrak (seperti tali pengikat perkawinan). Kata thalaq merupakan isim mashdar dari kata طلق-يطلق-طلاق yaitu melepaskan atau meninggalkan.
Sedangkan dasar hukum atau hukum asal dari talak adalah dilarang, namun karena adanya ayat Al-Qur’an surat ath-Thalaq: 1 yang berbunyi:
فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ
Artinya: “Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)” (Q.S. ath-Thalaq:1)
Ayat diatas menunjukkan adanya bolehnya talakpada waktu-waktu tertentu yang diperbolehkannya. Dan ayat ini merupakan penghubung bagi nash-nash lainnya yang muthlak dalam hal talak dan juga ayat ini sebagai penjelas bahwa talak yang dibolehkan ialah talak sebagai yang tersebut dalam ayat diatas. Hal ini juga dapat dijelaskan bahwa nash-nash yang datang mengenai ibadah dan muamalah lainnya seperti nikah dan jual beli walaupun ia muthalaq, juga tidak mencakup kecuali apa yang telah disyariatkan.
Telah diterangkan bahwa pernikahan adalah sebuah perjanjian atau perikatan untuk hidup berumah tangga. Dalam berumah tangga manusia adakalanya mengalami perubahan pikiran atau kecintaan yang mana kalau mungkin menimbulkan kerusakan rumah tangga. Maka oleh karena itu diadakanlah suatu perceraian. Jadi adanya perceraian itu hanyalah merupakan suatu way out dari krisis rumah tangga, bukan untuk permainan.
Sabda Nabi saw :
ابغض الحلال الى الله الطلاق. رواه أبوراور
“Pekerjaan mubah yang dimurkai Allah ialah thalaq”
B. Hukum Talak dalam Islam
Jika melihat menilik kemashlahatan atau kemudaratannya, maka hukum talak ada empat menurut golongan Hambali :
1. Wajib
Yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), karena perpecahan antara suami isteri yang sudah berat. Ini jika hakam berpendapat hanya itulah jalan satu-satunya menghentikan perpecahan.
2. Sunnah
Yaitu dikarenakan isteri mengabaikan kewajibannya kepada Allah, seperti shalat dan sebagainya, padahal suami tidak mampu memaksanya agar isterinya menjalankan kewajibannya tersebut, atau isteri kurang rasa malunya.
Allah berfirman yang artinya:
Dan janganlah kamu (suami) menghalangi mereka (isteri-isteri), karena kamu ingin mengambil kembali apa yang telah kamu berikan kepada mereka kecuali kalau mereka berbuat keji dan terang-terangan. Q.s An Nisa 19
3. Haram
Yaitu thalaq tanpa alasan. Dia diharamkan, karena merugikan bagi suami dan isteri, dan tidak adanya kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan thalaqnya itu. Jadi thalaqnya haram, seperti haramnya merusakkan harta benda. Dan karena sabda Rasulullah s.a.w.
قال رسول الله (ص)لاضررولاضرار.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “tidak boleh berbuat membahayakan dan tidak boleh membalas dengan bahaya”.
C. Syarat-syarat Talak
Bahwa syarat-syarat talak terdapat lima perkara ialah:
- Orang yang menjatuhkan thalaq harus sudah baligh (dewasa). Tidaklah sah anak-anak menjatuhkan talak kepada istrinya.
- Orang yang menjatuhkan talak harus berakal sehat. Tidak sah menjatuhkan talak orang yang hilang akalnya.
- Orang yang menjatuhkan talak harus dengan ikhtiar. Tidak sah menjatuhkan talak tanpa ikhtiar dan karena terlanjur dalam lisan.
- Orang yang menjatuhkan talak harus orang yang pintar, mengerti makna dari bahasa thalaq. Tidak sah orang yang tidak mengerti arti thalaq.
- Orang yang menjatuhkan talak tidak boleh dipaksa tidak sah menjatuhkan thalaq dengan dipaksa.
D. Lafadz (Kalimat) Talak
Lafadz talak yang dipakai untuk talak itu ada dua :
1. Sarih (terang),
Yaitu kalimat talak yang tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan perkawinan. Seperti perkataan suami. “Engku tertalak,” atau “ Aku ceraikan kamu.” Kalimat sarih ini tidak perlu niat, jadi talak itu jatuh mekipun suami berniat atau tidak berniat.
2. Kinayah (sindiran),
Yaitu kalimat yang masih diragukan, bisa diartikan untuk percerain nikah atau yang lain. Seprti perkataan suami, “Pulanglah kamu ke rumah keluargamu,” atau “Pergilah dari sini,”. Kalimat talaqqini membutuhakn niat suami, jika suami tidak berniat untuk menceraikan isterinya maka talaq tidak jatuh, tetapi jika sebaliknya iaitu suami mempunyai niat menceraikan isterinya ketika melafazkan kalimah ini, maka talaq dikira jatuh.
E. Macam-macam Talak
Adapun bentuk talak ditinjau dari beberapa kali dijatuhkan adalah :
1. Thalaq Raj’i
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah-nya mengatakan bahwa Thalaq raj’i yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang telah dikumpulinya betul-betul, yang ia jatuhkan bukan sebagai ganti dari mahar yang dikembalikannya dan sebelumnya belum pernah menjatuhkan talak kepadanya sama sekali atau baru sekali saja. Dasar hukum dari thalaq raj’i adalah firman Allah SWT:
الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Artinya: “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”(QS. Al Baqarah :229).
Maksudnya, talakyang diterapkan Allah sekali sesudah sekali. Dan suami berhak merujuk isterinya dengan baik sesudah talak pertama, dan begitu pula ia masih berhak merujuknya dengan baik sesudah talakkedua kalinya.
Dalam hadist dikatakan:
وَفىِ الحَدِيْثِ اَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ ءَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِعُمَرَ : مُر هُ فَلْيُرَاجِعُهَا.
Dalam hadist dikatakan bahwa rasulullah s.a.w. berkata kepada Umar: ‘‘Suruhlah dia (Ibnu Umar) untuk merujuk isterinya’’. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Thalaq Raj’i tidak melarang bekas suami berkumpul dengan bekas isterinya, sebab aqad perkawinannya tidak hilang, tidak menghilangkan hak pemilikan dan tidak mempengaruhi hubungannya yang halal kecuali p3rs3tubuh4n.
talak sekalipun mengakibatkan perpisahan tetapi tidak menimbulkan akibat-akibat hukum selanjutnya, selama masih dalam masa iddah isterinya. Hanyalah segala akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis masa iddah, jika tak ada ruju’. Jika iddah telah habis maka ruju’ tidak boleh, dan berarti perempuannya berthalaq ba’in. Jika masih dalam masa iddah maka raj’i tidak melarang suami mengumpuli isterinya kecuali bersenggama. Bila terjadi kematian atau talak dalam thalaq raj’i maka mahar yang akan dibayar belakangan tidak halal diterima oleh bekas isteri. Tetapi halal ia menerima sisa mahar yang belum dibayarkan, bila masa iddahnya habis.
Ruju’ adalah salahsatu hak laki-laki selama masa iddah. Hak ini ditetapkan agama kepanya. Karena itu ia tidak berhak membatalkannya, sekalipun andaikata suami berkata “Tidak ada ruju’ bagiku”. Namun sebenarnya ia tetap mempunyai hak ruju’. Hak ruju’ bagi suami berdasarkan firman Allah:
وَبَعُولَتُهُنَّ اَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِاذَالِكَ
“Dan bekas suami-suami mereka lebih berhak ruju’ kepada mereka selama masa iddah itu”. Q.s al Baqarah 229.
Karena hak ruju’ ada ditangan laki-laki, sebagaimana firman Allah di atas. Ruju’ juga tidak perlu saksi, sekalipun menghadirkan saksi disini hukumnya adalah sunnah, karena khawatir agar nantinya isteri tidak menyangkal ruju’nya suami.
Syafi’i berpendapat bahwa ruju’ hanya boleh dengan ucapan yang terang, jelas dimengerti. Tidak boleh dengan b3rs3tubuh dan r4ngsangan-r4ngsangan nafsu. Karena Syafi’i beralasan bahwa talak memutuskan perkawinan. Alasannya karena Syafi’i mengikuti pendapat para sahabat, sebab iddah berarti masa memilih. Sedangkan memilih dianggap shah kalau dinyatakan dengan ucapan atau perbuatan.
2. Talak Bain
Talak ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas istrinya, untuk mengembalikan bekas istri ke dalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syaratnya.
Talak bain terdiri dua macam, yaitu:
2.a. Talak Ba’in Shughro (Talak Ba’in Kecil)
Talak ba’in shughro adalah thalaq ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas istri baik dalam masa iddah-nya maupun sesudah berakhir masa iddah-nya. Karenanya ia tidak halal bersenang-senang dengan perempuan tersebut dan jika salahsatu mati sebelum atau sesudah masa iddahnya maka yang lain tidak memperoleh warisannya. Dan sebab thalaq ba’in ini perempuannya tetap berhak atas sisa pembayaran mahar bertempo sebelum mati atau talak seperti yang telah dijanjikan.
Termasuk kedalam golongan thalaq ba’in shughra adalah:
- Thalaq raj’i yang telah habis masa iddahnya bagi bekas istrinya.
- talak yang dijatuhkan suami sebelum dukhul (sebelum melakukan pers3tubuhan dalam masa perkawinan).
- Talak karena sebab khulu’.
- Talak atau perceraian yang dijatuhkan oleh hakim karena sebab rafa’ (tuntutan) pihak istri kepada pengadilan.
2.b. Talak Ba’in Kubra (Talak Ba’in Besar).
Talak ba’in kubra adalah talak yang mengakibatkan tertutupnya kembali hak rujuk sekalipun dengan akad nikah baru. Para fuqaha berpendapat bahwa talak ba’in kubra adalah talak tiga, yaitu talak ketiga kalinya dari talak – talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya. Bagi mantan suaminya hukumnya terlarang dan tidak sah untuk kembali berumah tangga dengan mantan istrinya itu walaupun dengan jalan rujuk. Dalam nash Al-Qur’an Allah SWT berfirman mengenai thalaq ba’in kubra:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا
وَتِلْكَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلا
اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ حُدُودُ
Artinya: “Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”(Q.S. al-Baqarah 230).
Maksudnya sesudah suami pertama mentalak tiga kali, perempuannya tidak boleh dikawin kembali sebelum ia kawin dengan laki-laki lain, lalu bercerai.
قَالَ رَسُواللهِ لِاِمرَأَةِ رِفَاعَتَ: لاَ, حَتَّى تَذُوقِىْ عُسَيلَتَهُ وَيَذُوقَ عُسَيلَتَكِ.
Rasulullah s.a.w. bersabda kepada isteri Rifa’ah: ‘‘Tidak boleh sebelum kamu merasakan madu kecilnya dan ia merasakan madu kecilmu”.
Sebagai akibat dari thalaq ba’in kubra adalah:
- Ikatan nikah antara suami istri menjadi terputus sama sekali.
- Hak bergaul sebagaimana suami istri menjadi haram termasuk jima’.
- Hak waris mewarisi antara keduanya apabila salah seorang meninggal dunia menjadi hilang.
- Selama dalam masa iddah istri tidak berhak lagi nafkah dan tempat tinggal dari bekas suaminya.
- Antara keduanya menjadi haram melakukan akad nikah lagi, kecuali apabila bekas istri telah menikah dengan laki-laki lain kemudian diceraikan oleh suaminya yang kedua dan telah habis menjalani masa iddah-nya dengan suami yang kedua tersebut.
Adapun syarat untuk wanita yang telah di-talak tiga kali supaya halal bagi suaminya adalah:
- Habis masa iddah-nya dari suami tersebut.
- Kawin dengan laki-laki lain.
- Suami yang baru tadi telah mengumpuli dan menggaulinya (menyetubuhinya).
- Wanita tersebut bercerai dari suaminya (yang baru/ suami kedua).
- Habis masa iddah-nya dari suaminya (yang baru tadi).
F. Talak (Cerai) karena Masalah Nafkah
Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad membolehkan perceraian dengan putusan pengadilan, jika isteri menuntutnya karena tidak diberi belanja dan suami tidak mempunyai simpanan harta. Alasan-alasan bagi pendapat mereka ini adalah sebagai berikut :
Suami berkewajiaban memelihara isterinya dengan baik atau mencerainya dengan baik. Karena Allah berfirman :
فَاِمسَا كٌ بِمَعرُفٍ اوتَسرِيحٌ بِاِحسَانٍ.
“Maka periharalah dengan baik atau lepaskan dengan baik”.
Sudah tidak diragukan lagi bahwa tidak memberi nafkah berarti bertentangan dengan perintah yaitu periharalah dengan baik.
Firman Allah:
وَلاَتَمسِكُوهُنَّ ضِرَارًالِّتَعتَدُواوَمَن يَّفْعَل ذَالِكَ فَقَدظَلَمَ نفْسَهُ. البقرة 231
“Dan janganlah kalian pegang mereka para isteri dengan membahayakan, karena berarti kalian berbuat melawan hukum”.
Sabda Rasulullah s.a.w.:
قَالَ رَسُولُ اللهِ (ص) لاَضَرَرَوَلاَضِرَارَ.
“Tidak boleh membahayakan dan membahas dengan bahaya”.
Itulah pembahasan kita tentang talak, Anda bisa berkonsultasi dengan ahlinya jika perlu. #nukilan