Tak siapapun boleh menzalimi siapapun, itu aturan dalam Islam. Sehingga Islam juga mengatur hubungan antar sesama alias hubungan sosial. Termasuk di dalamnya ekonomi. Ilmu yang mengatur tentang hubungan sosial disebut fiqih muamalah. Ilmu yang mengatur tentang ekonomi disebut fiqih muamalah maaliyah.

Sebenarnya aturan dalam islam adalah bahwa dalam masalah sosial semuanya boleh sampai ada dalil yang melarangnya. Misalkan saja, meminjamkan duit pakai bunga itu boleh saja, awalnya, tapi kemudian ada dalil yang melarangnya, jadilah ia haram.

Maka di sini saya mencoba mengumpulkan daftar hal-hal yang dapat menjadikan sebuah transaksi / harta menjadi haram. Berikut adalah penyebab sesuatu menjadi haram [1].

Transaksi yang Dilarang Dalam Ekonomi Islam

Transaksi-transaksi yang dilarang dalam Islam bisa dibagi berdasarkan sumber sebab pelarangannya, yaitu sebagai berikut:

  1. dilarang karena mekanisme akadnya
  2. dilarang karena pelaku akadnya
  3. dilarang karena objek akadnya

Apa saja yang termasuk dari bagian-bagian di atas, mari kita bahas.

A . Dilarang Karena Mekanismenya

1. Judi (Maysir)

Definisi Maysir : Transaksi yang ada unsur spekulasinya sampai-sampai merugikan salah satu pihak.

Contoh Maysir : Taruhan bola, Taruhan Forex, dan taruhan-taruhan lainnya.

2. Tidak jelas (Gharar)

Definisi Gharar : Transaksi yang memiliki unsur ketidakjelasan dan ketidakpastian bagi kedua belah pihak.

Contoh Gharar : Asuransi. Dalam asuransi ada ketidakpastian. Misalkan asuransi mobil, jikalau pemegang polis mobilnya kecelakaan sebelum selesai kontrak, maka dia untung. Tetapi jika mobilnya tidak rusak sampai selesai kontrak maka perusahaan asuransi yang untung.

3. Bunga (Riba)

Definisi Riba: Munculnya pertambahan harta atau margin tanpa adanya manfaat (iwadh).

Contoh Riba: Bunga kredit / pinjaman. Menukar barang sejenis, sekualitas tetapi kuantitasnya berbeda.

B. Dilarang Karena Pelaku Akadnya

4. Tidak Ridho (dipaksa)

Definisi : Pelaku dipaksa untuk melaukan akad / transaksi.

Contoh : Dipaksa ikut MLM misalkan sampai diancam :v (intinya dipaksa / terpaksa).

5. Penipuan (Tadlis)

Definisi Tadlis :Adanya upaya untuk menipu pembeli hingga menyebabkan pembeli rugi

Contoh Tadlis : Menjual Barang KW tapi ngakunya Ori.

6. Menimbun (Ihtikar)

Definisi Ihtikar: Adanya manipulasi penawaran untuk menaikan harga karena kelangkaan.

Contoh Ihtikar: Menimbun BBM supaya langka, sehingga harga naik.

7. Merekayasa Permintaan (Tanajusy / Nasjsy)

Definisi Tanajusy: Adanya rekasaya permintaan untuk menaikan harga karena persepsi tingginya permintaan.

Contoh Tanajusy: Mengundang banyak teman untuk pura-pura ingin membeli di tokonya supaya keliahatan ramai. Sehingga pembeli tertipu dan dirugikan.

8. Menyembunyikan kecacatan (Ghisysy)

Definisi Ghisy: Adanya upaya menjelaskan keunggulan objek dengan menutupi kecacatannya.

Contoh Ghisy: Menjual mangga busuk di antara mangga-mangga bagus.

9. Membahayakan / merugikan (Dharar)

Definisi Dharar: Adanya Tindakan yang dapat membahayakan dan/atau merugikan orang lain.

Contoh Dharar: (1) Membangun sebuah perusahaan/toko besar kapitalis sampai merugikan bisnis-bisnis kecil. (2) Perusahaan yang merusak alam; mengeluarkan limbah berbahaya.

10. Harga menipu (Ghabn / Ghabn Fahisy)

Definisi Ghabn: Adanya Ketidakseimbangan dalam obyek akad yang dipertukarkan hingga merugikan.

Contoh Ghabn: Tukang bubur pinggir jalan yang ngejual seharga makanan restoran karena pembeli ga tau (intinya ditipu harga, sehingga pembeli rugi)

11. Suap / Sogok (Risywah)

Definisi Risywah: Pemberian sesuatu kepada suatu pihak untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.

Contoh Risywah: Suap atau gratifikasi pemerintah supaya bisa membakar hutan.

C. Dilarang Karena Objek Akadnya

12. Barang Haram

Definisi : Obyek yang ditransaksikan haram

Contoh : mengambil keuntungan dari menjual rokok or miras.

13. Jual barang yang tidak dimiliki (Bai’ al-ma’dum)

Definisi : Objek tidak ada pada saat akad dan/atau tidak dimiliki penjual, sehingga menimbulkan kerugian.

Contoh : Dropship yang dropshiper sendiri tidak tahu barangnya. Misalkan dia nge-dropship parfum, tetapi baik dia maupun pembeli tidak tahu wanginya, bisa aja ternyata parfum itu bau amis, misalkan. Kalau seperti itu dropship dilarang, karena merugikan konsumen.

Tambahan (Update)

14. Jual Beli Utang dengan Utang

Jenis jual beli seperti ini termasuk transaksi batil karena terkait riba. Misalnya, seseorang berkata kepada yang lain : Saya akan menjual kepunyaan yang ada pada si fulan. Atau dua pria menjual apa yang dimiliki keduanya dalam bentuk utang kepada orang tertentu. Maka ia menjual piutangnya dengan cara utang pula. Dua bentuk piutang diharamkan, karena Rasulullah Saw bersabda

نهى رسول الله عن بيع الكالئ بالكالئ

Rasulullah Saw melarang jual beli utang dengan utang.

Para fuqaha menyebutkan, bahwa umat menyepakati tidak boleh menjual utang dengan utang, baik menjual kepada debitur maupun kepada pihak lain.1

Yang berutang adalah orang yang memiliki kewajiban utang, bila ia telat membayar utangnya. Ibnu Atsir berkata dalam kitab Nihayah, “Seseorang membeli sesuatu dan berutang ke masa yang akan datang. Hingga jatuh tempo, dan ia tidak mampu membayar utang, lalu berkata: saya beli lagi utang ini dengan menambah waktu tempo pembayaran. Padahal tidak terjadi serah terima (penyelesaian utang pertama) di antara mereka.” Jual beli seperti ini disebut jadwal al-duyun, seperti ini diharamkan dan batil.

15. Larangan al-Iktinaz

Menurut para ekonom, Iktinaz adalah menahan uang dari perdagangan dan menonaktifkan fungsi utamanya dalam siklus produksi. hal ini sangat merugikan kepentingan umum karena dana tersebut dibutuhkan sebagai modal dana untuk perdagangan, dan untuk pembangunan serta memperlancar alat-alat produksi. Iktinaz berbeda dengan tabungan.

Al-Qur’an mengharamkan menahan dana tanpa dimanfaatkan untuk kebaikan. Sebagaimana firman Allah : (Surat At-taubat ayat 34-35).

34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,

35. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.”

Namun selama ini, dalam istilah syariat, al-kanzu diartikan sebagai harta yang tidak dikeluarkan zakatnya. Sebagaimana sabda Nabi SAW: barangsiapa yang dianugerahkan kepadanya harta tapi tidak dikeluarkan zakatnya maka kelak pada hari kaimat harta tersebut akan berubah menjadi ular berbisa memiliki dua tanduk yang untuk menggantung orang tersebut. Kemudian ular itu berkata: saya adalah hartamu dan juga simpannanmu, lalu dia memmbaca ayat : QS. Ali Imran: 180.

180. Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

16. al-Uqud al-Ikhtiyarat:

Akad al-Ikhtiyar adalah akad penggantian atas hak tertentu, dimana penjual harus menjual barang yang telah ditentukan atau pembeli membeli dengan harga tertentu dalam rentang waktu tertentu, baik dilakukan secara langsung atau melalui orang yang dipercaya oleh kedua pihak.

Hal ini sebenarnya bukan termasuk akad/kontrak yang biasa dikenal, yaitu sebanyak 21 kontrak. Berbeda dengan persepsi orang yang mengatakan bahwa akad ini termasuk dalam kontrak jual beli atau tukar menukar. Padahal sebenarnya adalah bukan termasuk dalam jual beli karena tidak memenuhi unsur-unsur jual beli. Akad ini termasuk dalam transaksi khusus, karena hanya merupakan akad perjanjian untuk saling bertukar menukar hak. Akad ini tidak ada kaiatannya dengan obyek atau barang-barang dagangan. Hanya sebatas berkeinginan untuk saling berakad. Padahal inti dari akad jual beli terdapat pada penetapan kepastian akad kontrak, baik dengan cara melihat langsung atau dengan cara menyebutkan ciri-ciri barangnya.

Meskipun akad ikhtiyar bukanlah termasuk dalam kontrak yang shahih, yaitu hanya sekedar janji untuk melakukan kontrak, namun ganti yang disepakati untuk diberikan merupakan suatu tabarru’ dan termasuk perbauatan kebajikan.

Al-Haq al-Mujarrad (sekedar janji untuk menjual atau membeli); adalah seperti hak syuf’ah, tidaklah pantas disebut sebagai dasar akad. Karena hanya sekedar keinginan atau niat untuk melakukan sesuatu. Hal ini tidak bisa dijadikan sebagai dasar kontrak, sebagaimana kontrak yang sudah dikenal.

Konferensi Internasional Fiqh Islam telah menetapkan keputusan Nomor 63 (1/1) berkaiatan dengan Uqud al-Ikhtiyar, sebagai berikut::

  1. (yang dimaksud dengan uqud al-Ikhtiyar adalah penggantian dari keinginan kuat untuk menjual atau membeli barang tertentu pada masa waktu tertentu pula, baik secara langsung ataupun melalui perwakilan.)

  2. Hukumnya adalah: (seseungguhnya uqud ikhtiyar, sebagaimana yang berjalan saat ini di berbagai pasar keuangan global adalah termasuk kontrak hasl inovasi yang tidak termasuk dalam kontrak yang biasa dikenal.

Mengingat bahwa obyek kontraknya bukanlah harta atau jasa, maka dibolehkan meminta ganti (rugi). Karena akad ini termasuk akad ghairu jaiz.

1 Melambungkan harga sangat tinggi jauh dari harga pasar, dengan memanfaatkan ketidaktahuan pembeli

Penjelasan Tambahan: Ghaban Fahisy1

Al-ghubun al Fahisy adalah: mengambil keuntungan melebihi dari ketentuan para ahli, yaitu sebesar 5 % untuk barang komersial, dan 10 % pada hewan , dan 20 % untuk real estate .

Menurut Hanafiyah, dalam kasus ini tidak ada hak khiyar untuk membatalkan atau melanjutkan jual beli, walaupun disebabkan oleh ulah sang penjual atau makelar yang tidak memberi informasi sebenarnya tentang barang dagangannya.

Akan tetapi, menurut Hanafiyah jual beli yang ada kecurangan baik berat atau ringan akan berpengaruh pada hak khiyar (menimbulkan hak khiyar) jika terjadi pada tiga kasus: transaksi yang dilakukan oleh seseorang yang terlilit hutang, transaksi oleh orang yang sakit berat (sudah mendekati kematian), dan transaksi seorang wali dari dana yatim piatu.

Sedangkan menurut Hanabilah bahwa jual beli yang ada ghubun fahisy akan mempengaruhi kontrak, dan dianggap sebagai akad ghairu lazim, dan boleh khiyar, baik karena adanya tipuan atau jual beli yang tidak mengandung tipuan yang meliputi tiga hal; yaitu talaqqi rukban, jual beli al-najsy dan jual beli al-mustarsal (jual beli oleh orang yang tidak mengetahui harga dan tidak pandai menawar kemudian dia membeli dengan keyakinan bahwa penjualnya jujur, namun belakangan diketahui bahwa ada kecurangan berat dalam jual beli tersebut).

Kesimpulan: Jual beli yang ada kecurangan berat adalah haram, karena menimbulkan dharar dan ketidakadilan .

Penjelasan Tambahan: al-Gissy (Dengan Menipu)

Yaitu jual beli yang mengandung cacat atau dalam bentuk penipuan terselubung atau nyata penuh tipu daya. Atau ketidakadilan pada harga atau kesalahan dalam bentuk tunai atau benda lainnya dalam hal barter .

Ini adalah haram tidak sesuai dengan karakter dan komitmen seorang Muslim. Tapi bersemangat untuk memberi nasihat kepada saudara-saudaranya karena alasan agama atau sisi kemanusiaan. Bagi seorang muslim adalah memiliki sifat terpuji, menghindari sifat rakus, penipu, tidak adil yang bisa menjerumuskan kepada yang diharamkan. Hal ini dianjurkan karena jual beli dengan cara menipu jauh dari keberkahan Allah Swt bagi pelakunya.

Sabda Rasulullah Saw, “Siapa yang menipu kami, maka bukan golongan kita”. Artinya bahwa mereka bukan bagian dari kelompok dan aliran kita. Dan lafdz pada riwayat Imam Muslim “bukan umatku”. Imam Nawawi berkata, “Bukan termasuk golonganku yang mendapat petunjuk, mengikuti ajaran dan akhlakku dan baiknya jalanku”. Seperti halnya, seorang orang tua berkata kepada anaknya yang dibencinya, “Engkau bukan bagian dari saya”.

Semuanya ini menunjukkan haramnya perilaku penipuan. Dan hal tersebut disepakati bahwa menipu termasuk jenis dosa besar.

Dikuatkan pada hadis lain HR. Ibnu Majah.

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ وَلاَ يُحَلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلاَّ بَيَّنَهُ لَهُ

Artinya, “Seorang Muslim adalah saudara bagi sesamanya muslim, tidak dibenarkan seorang muslim menjual sesuatu kepada saudaranya yang muslim bila mengandung cacat, kecuali dilengkapi dengan penjelasan”.

Bagi yang tertipu memiliki hak untuk membatalkan jual beli karena cacat. Ini merupakan penjelasan jual beli yang terkait dengan penipuan, bahwa penipu menutupi bagian yang cacat, dan cederung disembunyikan pada barang maupun harga.

1 Al-Dur al-Mukhtar, 3/173.


Jika kita lihat, ada benang merah dari semua larangan di atas yaitu : (1) Tidak boleh zalim, (2) Harus Logis. Tidak boleh zalim maksudnya tidak boleh curang, sehingga pihak lain rugi. Harus logis misalkan, harus jelas darimana keuntungan itu didapatkan. Seperti riba misalkan, tidak jelas darimana kelebihan utang itu didapatkan.

Penyebab-penyebab transaksi yang dilarang di atas memang belum diterangkan secara detail. Penulis sengaja hanya memberikan selayang pandang dalam artikel ini, supaya tetap mudah dicerna. Jika ingin tahu lebih detail, pembaca bisa segera googling larangan-larangan di atas, atau melihat pembahasan kami di artikel yang lain 🙂


[1] dikumpulkan dari fatwa DSN MUI nomor 80 tahun 2011 tentang prinsip syariah pasar modal dan fiqh sunnah karya sayyid sabiq