Salah satu transaksi yang dilarang dalam ekonomi Islam adalah gharar. Apa itu gharar? Secara sederhana gharar adalah ketidakpastian. Maka kita tidak boleh bertransaksi yang terdapat ketidakpastian di dalamnya.
Makna Gharar dan Jenis-jenisnya yang Dilarang dalam Islam
Sebagaimana yang dijelaskan di paragraf pertama, bahwa gharar atau ketidakpastian itu dilarang. Tapi sebenarnya tidak semua gharar dilarang. Ini karena ketidakpastian adalah hal yang tidak mungkin terlepas dari kehidupan kita. Maka gharar atau ketidakpastian ada yang boleh dan ada yang haram. Untuk lebih jelasnya mari kita bahas di bawah.
A. Pengertian Jual Beli Gharar
Merupakan jenis jual beli yang tidak pasti, sehingga tidak nyata baik dalam bentuk wujud maupun batasan. Ini termasuk jual beli batil. Karena didalamnya ada ketidapastian dan terjerumus pada sifat terombang-ambing. Ketidakpastian tersebut menjadikan laksana judi dan ketidaktahuan.
Yang dimaksud adalah gharar fahisy,
“Rasulullah Saw sungguh telah melarang jual beli dengan cara mengundi nasb pakai batu kerikil serta jual beli gharar”.
Adapun jual beli gharar yang masih minim tingkat ketipastiannya adalah diperbolehkan. Misalnya, jual beli biji buah yang belum matang. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Bahwa larangan jual beli gharar merupakan pokok dalam larangan Islam”.
Para ulama sepakat keharaman jual beli gharar. Misalnya jual beli air susu yang belum diperah, wol yang masih dikulit, janin dalam perut, ikan dalam kolam, dan burung-burung di udara sebelum menangkap. Termasuk pula menjual sesuatu milik orang lain yang belum dimiliki. Sama halnya menjual ikan masih di sungai atau dilautan. Gharar bisa terjadi pada barang maupun pada harga.1
B. Macam-Macam Gharar dan Contohnya
Banyak macam-macam gharar. Diantaranya jual beli yang tidak ada obyeknya. Atau sesuatu yang dikhawatirkan ketidakadaannya. Misalnya jual beli janin yang masih dalam perut induknya. Jual beli yang tidak bisa diserahterimakan sekarang. Jual beli yang tidak dimiliki manusia.
Jual beli mudhamin (sesuatu dalam tubuh jantan) dan malaqih (sesuatu yang masih dalam perut betina), jual beli dengan cara disentuh, yaitu sesuatu diperjual belikan dengan tidak dilihat, tapi disentuh, atau kapan disentuh, maka itulah yang wajib dibeli. Kesemuanya itu adalah diharamkan, berdasarkan sabda Nabi Saw, dari riwayat Muslim, “Janganlah engkau memperjualbelikan buah yang belum layak dipetik, sehingga terhindar dari kerugian”.
Diantaranya pula adalah jual beli munabadzah, yaitu sesuatu yang tidak dipastikan. Misalnya seseoran berkata, apa yang saya sodorkan kepadamu, itulah yang wajib engkau beli dengan harga sekian. Dan “Rasulullah Saw melarang jual beli mulamasah dan munabadzah).2
Yang lainnya adalah jual beli al-hasha. Seperti halnya menjual lotre hari ini. Atau penjual berkata kepada pembeli, lemparkan batu ini, maka dimanapun batu itu jatuh, maka (barang yang dijatuhi) menjadi milikmu. Ataukah saya menjual tanah ini kepadamu sejauh lemparan yang engkau lakukan. Jenis jual beli seperti ini dilarang dalam hadis Nabi.
Jual beli al-muzabanah
Yaitu berupa jual beli anggur yang masih berada dipucuk pohon. Bentuknya menyerupai kurma kering. Sebab dilarang, karena berhubungan dengan riba dimana tidak ditemukan kesamaan pada keduanya.
Jual beli al-muhaqalah.
Yaitu jual beli berupa gandum yang masih berada ditangkainya dengan gandum serupa lewat timbangan yang sama. Hal ini juga diharamkan karena terkait dengan riba didalamnya. Yaitu ketidaktahuan terhadap obyek secara pasti. Tidak ada kepastian yang mempersamakannya dengan sesuatu yang telah kering.
“Rasulullah Saw melarang jual beli muhaqalah, muzabanah, mu’awamah dan mukhabarah”.3
Muhaqalah ini disandarkan pada jual beli gandum yang masih ditangkainya dan masih berada dipenampungan (lapangan).
Dan al-Muzabanah sebagaimana telah lalu yaitu jual beli kelapa dengan beberapa kilo buah, atau jual beli anggur dan kismis.
Jual beli al-mu’awamah.
Yaitu jual beli buah pohon untuk beberapa tahun. Misalnya menjual buah kelapa selama setahun dalam satu akad. Hal tersebut adalah gharar, karena menjual sesuatu yang belum ada.
#nukilan
Catatan Kaki:
1 Wahbah al-Zuhaily, al-Muamalat al-Maliyah al-Muasirah, h. 32, 448-491.
2 HR. Bukhari Muslim, pertama dari Anas. Kedua dari Abu Hurairah.
3 HR. Bukhari Muslm dari Jabir bin Abdullah dan Abu Sa’id al-Khudri ra.
Artikel Lanjutan: