Pengertian Maqashid Syariah & Contohnya pada Tujuan Hukum Ekonomi Islam

| | , , , ,

Maqashid Syariah menjadi hal yang semakin relevan dalam menyelesaikan permasalahan di zaman ini. Dalam artikel ini kita akan membahas pengertian maqashid syariah dan konsepnya. Selain itu kita juga akan membahas penerapannya pada tujuan ekonomi syariah dan tujuan hukum Islam pada umumnya.

Maqashid Syariah

METODOLOGI Maqashid Syariah dalam Ushul Fiqih

Dalam penetapan hukum syariat yang berhubungan dengan muamalah terbuka pintu ijtihad yang tujuannya memberikan kemaslahatan dan bukan kerugian bagi umat. Hal ini berhubungan dengan upaya pembentukan atau pengembangan hukum yang baru yang tidak ada dalam al-quran dan as-sunnah yang ditinjau dari pendekatan maslahat, yang dilakukan dengan ijtihad. Selain itu juga sangat berhubungan dengan maqashid syariah sebagai alasan (‘illah) atau hikmah dalam melakukan ijtihad.

Para ulama mempunyai pendekatan yang berbeda dalam identifikasi maqashid. Menurut kamali (2008):

  1. Pendekatan tekstual yang jelas, perintah dan larangannya. Perintah merupakan tujuan syari’ (Allah) dalam bentuk perintah yang positif dan larangan yang merupakan maqashid syariah ddalam bentuk negatif yang bertujuan menjauhkan manusia dari sesuatu yang merugikan. Pendekatan ini lebih difokuskan kepada pendekatan teks (Al-Quran dan As-sunnah).
  2. Pendekatan illat, yaitu proses ijtihad menggunakan metode qiyas yaitu menganalogikan sebuah kasus hukum (furu’) yang baru dengan yang lama (usul) dengan menghadirkan alasan atau sebab (‘illat) hukumnya. Pendekatan ini tidak fokus secara langsung kepada maqashid al-syari’ dna maslahah manusia.
  3. Pendekatan ijtihad dengan premis untuk merealisasikan manfaat (maslahah) dan mencegah kerusakan (mafsadah). ‘illah dalam pendekatan ini dinamakan hikmah pada setiap kasusu hukum yang baru. Contoh, hikmah pelarangan narkob aadalah menjaga manusia dari kerusakan akalnya yang merujuk pada dalil keharaman khamar. Maka semua minuman memabukan yang dapat merusak akal manusia diharamkan.

Ada beberapa metode penagmbilan hukum dengan menggunakan pendekatan maqashid syariah, menurut imam syatibi metode tersebut yaitu:

A. Nash-nash dan hukum-hukum perlu dilihat dari segi tujuan-tujuannya tanpa harus berhenti pada kejelasan, lafaz dan bentuknya dalam menentukan ‘illat suatu hukum. Imam syatibi menegaskan dalam penentuan hukum tidak boleh mengabaikan atau melalaikan maqashid syariah dengan merujuk pada nash-nash yang benar. Karena itu, dalam penetapan hukum menggunakan teks-teks alquran dan sunnah.

Contoh: Cari hadits mengenai zakat hanya diberlakukan bagi muslim dan non muslim wajib membayar jisyah.

Dalam penjelasan diatas, ada dua tujuan dari zakat yaitu, untuk mensucikan para muzakki dan solidaritas kepada saudara-saudaranya yang membutuhkan. Sebaliknya selain non muslim tidak dikenakan dua tujuan zakat namun diwajibkan untuk membayar jisyah sebagai kompensasi mereka tinggal dinegara islam.

B. Pendekatan dengan menggunakan nash-nash yang umum dengan dalil-dalil yang khusus. Adapun yang dimaksud al-kulliyah al-ammah, yaitu:

  • al-kulliyah al-nashiyyah (teks-teks yang menyeluruh) yang berasal dari nash-nash quran dan sunnah yang benar (shahih)
  • al-kulliyah al-istiqrai’ (induksi yang menyeluruh) yang menghubungkan metode induksi dengan sejumlah teks-teks dan hukum-hukum tertentu.

Hal tersebut menjadi sesuatu kewajiban dalam pengambilan hukum yaitu dengan menimbang hal-hal khusus (dalil-dalil khusus) menjadi sesuatu yang umum.

C. Jalb al-masalih wa dar’i al mafsadah (mendatangkan kemaslahatan dan meninggalkan kerugian), mrupakan penjelasan dari konsep masalhah mursalah, dimana terdapat perbedaan pendapat dalam menggunakan pendekatan ijtihad ini. Menurut syatibi, ketika suatu maslahah benar-benar sesuai dengan maqashid syariah, maka diharuskan ditetapkan hukumnya dan pelaksanaannya.

D. I’tibar al-maalat, yaitu suatu ijtihad yang berupaya menetapkan suatu hukum berdasarkan kondisi atau situasi yang mengitari objek hukum. Menurut syatibi, seorang mujtahid tidak boleh menetapkan suatu hukum dengan langsung atau menahan duru tanpa harus melihat atau mengambil pertimbanga dari apa-apa yang ditafsirkan oleh suatu perbuatan. Dalam penerapannya dapat dimasukan kepada kaidah-kaidah az-zariah, istihsan, dll.

MAQASHID SYARIAH DALAM EKONOMI ISLAM

Falsafah Ei: Pendekatan Epistimologi

Definisi Ekonomi Islam:

  • Menurut Chapra (1996) cabang ilmu yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia (falah) melalui alokasi dan distribusi sumberdaya yang langka, yang sejalan dengan ajaran islam, tanpa membatasi kebebasan indivisu ataupun menciptakan ketidakseimbangan makro dan ekologis.
  • Menurut Khan (1984) ekonomi islam memusatkan perahatian peda studi tentang kesejahteraan manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya di bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.
  • Naqvi (1981) menyatakan bahwa perbedaan antara ekonomi islam dan konvensional adalah internalisasi nilai-nilai etika (agama) dalam ekonomi islam.

Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari ekonomi islam adalah merealisasikan falah kepada umat manusia dimuka bumi melalui pendayagunaan sumber-sumber daya yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

Worldview merupakan perbedaan sudut pandang antara ekonomi islam dan konvensional, dan menghasilkan perbedaan tujuan hidup manusia dalam berekonomi. Ekonomi islam merupakan ilmu yang memberikan cara kepada manusia untuk mendapatkan kesejahteraannya (falah) yang berdasarkan kepada sumber-sumber islam.

Bangunan Ekonomi Islam

Fondasi utama

  1. Aqidah, adalah ketetapan hati yang tidak ada keraguan di dalamnya. Kidah merupakan fungsi utama dalam ekonomi islam. Contoh: dalam bentuk keyakinan kepada Allah, bahwa harta dalam islam adalah amanah yang diberikan oleh Allah, sebagai pemilik mutlak kekayaan seluruh alam kepada manusia sebagai khalifatullah fil ard.
  2. Syariah, adalah aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya yang ersumber dari al-quran dan as-sunnah. Syariah mencakup seluruh aspek kehidupanbaik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah berfungsi sebagai pengikat ketaatan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Allah SWT, sedangkan muamalah berfungsi sebagai aturan hukum manusia yang ditetapkan oleh Allah untuk kemaslahatannya dimuka bumi.
  3. Akhlak, merupakan komponen yang melekat selalu dalam diri manusia. Manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk melakukan kebaikan dimuka bumi, ini membuktikan pentingnya peran akhlak dalam kehidupan manusia.

Ketiga fondasi diatas harus menjadi satu keutuhan dalam implementasinya dikehidupan manusia yang direalisasikan kedalam fondasi ekonomi islam yang tediri dari falsafah dasar, yaitu:

1. Tauhid, merupakan asas utama dari segala aktivitas manusia. Sistem ekonomi yang telah dibangun oleh Rasulullah SWA adalah sistem yang menggabungkan harmonisasi dan persaudaraan (ukhuwwah dan tazkiyah) diantara umat manusia, disatukan oleh nilai-nilai tauhid yang berasal dari kata wahada yang berarti satu. Mereka adalah satu kesatuan umat yang berikrar tiada tuhan selain Allah, tiada yang maha kaya selain Allah, tiada yang maha berkuasa selain Allah dan tiada yang maha Adil selain Allah.

2. Khalifah (perwakilan) yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai khalifatullah mempunyai 2 tugas:

  • Sebagai hamba Allah (kewajiban agama)
  • Sebagi pemakmur bumi (muamalah), dalam kewajiban ini direalisasikan menjadi kewajiban ekonomi, sosial, dan politik. Karenan itu manusia dipercaya untuk mengelola bumi, dengan kebebasan dalm bertindak untuk memilih yang benar dan meninggalkan yang salah karena manusia diberi pengetahuan untuk belajar. (Al-Ahzab:72)

3. Alam, tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dalam alquran dijelaskan hubungan manusia dengan alam, yang meliputi alam kandungan, alam dunia, alam barzah dan alam akhirat. Alam dunia yang apling menentukan posisi manusia yang dimanifestasikan dalam perbuatan untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Orang yang mengenal dirinya sendiri akan mengenal wujud dari alam (al-Zariyat, 19-20)

4. Ukhuwwah, adalah konsep yang berasal dari islam, yang bermula ketika umat muslim (muhajir) dan anshor dikenalkan oleh Rasulullah SAW, ada 3 urgen dari konsep ini yaitu terwujudnya satu kesamaan keyakinan, tujuan dan perilaku. Ketika ukhuwwah islamiyyah sangat kuat maka akan menghasilkan peradaban yang kuat, terutama dalam bidang ekonomi. Turunan dari konsep ini akan direalisasikan dalam bentuk kerjasama (cooperation), tolong menolong (ta’awun) dan kebersamaan untuk maju.

5. Tazkiyah, merupakan komponen akhir yang menghubungkan antara hubungan manusia dengan Allah, manusia lain, alam dan masyarakat. Tazkiyah merujuk kepada penyucian dan tumbuh. Pembangunan mengarah kepada kesempurnaan melalui penyucian perilaku-perilaku dan hubungan-hubungan, sehingga hasilnya adalah falah.

Pilar-Pilar Ekonomi Islam, merupakan turunan dari fondasi

1. Konsep Kebebasan, tanggung jawab dan amanah konsep ini merupakan turunan dari fondasi tauhid, alam dan khalifah. Hal ini berhubungan dengan perilaku manusia (human behaviour) dalam ekonomi islam yang diatur oleh syariat.

2. Konsep kepemilikan, konsep ini berhubungan dengan kepemilikan harta, harta yang dimiliki manusia adalah mutlak milik Allah, sedangkan manusia hanyalah diberikan amanah untuk mengelolanya. Kepemilikan dengan amanah (ownership by trusteeship) dibagi menjadi 2:

  • Kepemilikan pribadi, bagi individu dibolehkan dalam islam baik dengan cara bekerja, warisan atau perdagangan.
  • Kepemilikan publik, berhubungan harta-harta yang menjadi milik bersama masyarakat dalam pengguanaanya.nsecara umum konsep ini berhubungan dengan aktivitas konsumsi dan produksi manusia.

3. Konsep Keadilan, menjelaskan tentang peranan distribusi dan transfer pendapatan yang berasal dari kekayaan yang dihasilkan oleh manusia. Tujuan distribusi dalam islam adalah tidak terakumulasi harta pada sebagian orang saja, melainkan terdistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, sehingga keadilan sosial dapat tercapai.

Tujuan Ekonomi Islam Berdasarkan Maqashid Syariah

Tujuan Ekonomi Islam Maqashid Syariah
Tujuan Ekonomi Islam Maqashid Syariah

Tujuan Ekonomi Islam, adalah untuk falah atau kesejahteraan di dunia dan akhirat. (al-baqarah: 201), konsep falah ini sangat komprehensif, yang mencakup pada aspek spiritual, moral, dan kesejahteraan di dunia dan kesuksesan di akhirat.

  • Pada level mikro, falah mengacu kepada pemenuhan kebutuhan dasar, kebebasna dalam bekerja untuk mendapatkan kesenangan spiritual dan materi
  • Pada level makro, terbentuknya stabilitas dan kesejahteraan ekonomi dengan standrad kehidupan masyarakat dapat tercapai di dunia dan akhirat.
  • Turunan dari konsep falah adalah, distribusi pendapatan yang merata, keadilan ekonomi, berkurangnya kemiskinan dan terbukanya kesempatan kerja.

CSR (MAQASHID SYARIAH DALAM CSR)

CSR adalah sesuatu yang menunjukkan kegiatan perusahaan selain meningkatkan keutungan, seperti melindungi lingkungan, memerhatikan kebutuhan karyawan, melakukan bisnis yang beretika, dan terlibat dalam masyarakat setempat.

Implikasi dari maqashid dalam CSR

  1. Nilai maqasid syariah sendiri dalam CSR itu terlihat pada ada nya pemerataan terhadap keuntungan yang di berikan oleh perusahaan untuk kesejahteraan karyawan dan keluarganya, dan masyarakat sekitarnya.
  2. Ini sebagai bukti bahwa , menghapus semua image tentang kapitalisasi sebuah perusahaan . ini juga di pandang dari kacamata islam sebagai suatu bentuk pertangggung jawaban pada Allah SWT.
  3. Konsep Islam sendiri pada CSR adalah sebagai bukti ketaqwaan kita pada Allah yang mana kita mempunyai kewajiban dalam bertanggung jawab atas kelangsungan kehidupan manusia.
Tingkatan Maqashid Syariah
Tingkatan Maqashid Syariah

Pada tingkat pertama (dharuriyat), para manajer diharapkan dapat menjaga kepentingan kebutuhan-kebutuhan esensi dari stakeholder danberbasis kepada maqashid al-khamsah (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta). Kebutuhan yang esensi menjadi prioritas bagi karyawan sebelum diberikan kepada konsumen dan masyarakat.

  1. Agama, penyediaan fasilitas ibadah, penyediaan waktu yang cukup untuk ibadah, aturan-aturan perusahaan berbasisi nilai-nilai islam
  2. Jiwa, menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja dilingkungan kerja, asuransi kesehatan.
  3. Keturunan, bantuan biaya pernikahan bagi para pekerja, subsidi pembalian rumah.
  4. Akal, bantuan biaya pendidikan untuk keluarga pekerja dan masyarakat sekitar, pengembangan skill pekerja dan mesyarakat melalui training.
  5. Harta, gaji yang adil, biaya pensiun.

Pada tingkat kedua ada hajiyat, perusahaan dapat membuka program CSR seperti pelatihan dan program peningkatan kualitas sumber daya manusia, program beasisiwa untuk meningkatkan tingkat pengetahuan karyawan dan memberikan pelatihan bagi karyawan mengenai instrumen keuangan islam yang yang ditawarkan untuk melindungi iman (hifdz al-din).

Pada tingkat terakhir adalah tahsiniyat, perusahaan dibebankan tanggung jawab sosial dengan terlibat dalam program-program yang dapat menyebabkan peningkatan dan pencapaian terhadap kehidupan umat. Cont: dengan menyediakan fasilitas ibadah di masyarakat, fasilitas kesehatan seperti perawatan geratis bagi masyarakat miskin dan yang membutuhkan, melindungi lingkungan masyarakat, menawarkan beasisiwa bagi siswa miskin dan yang membutuhkan dan meningkatkan fasilitas pendidikan di masyarakat setempat.

MAQASHID SYARIAH DALAM KONSUMSI

Prinsip-Prinsi dasar konsumsi:

  1. Prinsip halal (al-maidah: 3)
  2. Prinsip kebersihan dan kebajikan (al-baqarah: 172)
  3. Prinsip moderat (Al-‘araf: 31)

Skala prioritas konsumsi dalam tinjauan maqashid syariah, seorang muslim harus mempertimbangkan aspek-aspek yang membawa manfaat (maslahat) dan bukan kerugian (mafsadah). Hal ini berhubungan dengan kajian maqashid syariah yang terdiri dari :

1. Dharuriyat, merupakan kebutuhan oleh manusia dalam konsumsi.

  1. Kebutuhan dalam menjaga agama seperti memperdalam ilmu keagamaan, melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya.
  2. Kebutuhan dalam menjaga jiwa, seperti sandang, pangan, papan, eksistensi diri dan kesehatan.
  3. Kebutuhan dalam menjaga keturunan, seperti pengeluaran perkawinan dan keluarga.
  4. Kebutuhan dalam menjaga akal, seperti pengeluaran pendidikan
  5. Kebutuhan dalam menjaga harta, seperti pengeluaran tabungan, investasi dan asuransi.

2. Hajiyat, untuk menghilangkan kesempitan dan kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar (dharuriyat) manusia. Cont: pengeluaran zakat, infak dan sedekah merupakan kebutuhan yang dapat meralisasikan aspek ritual (hifdz al-din).

3. Tahsiniyah atau kamaliyat, adalah segala sesuatu yang tujuan tidak untuk merealisasikan maqashid al-khamsah dan tahsiniyat melainkan untuk menjaga kehormatan daro maqashid al-khamsah itu sendiri. Pada tingkatan ini lebih difokuskan kepada etika manusia dalam berkonsumsi dengan landasan nilai-nilai islam.

 

Tinggalkan komentar