Kita semua tahu bahwa al-Qur’an adalah kita suci umat Islam. Tapi sudah tahukah kita tentang pengertian sebenarnya dari al-Qur’an? Sudah tahukah kita tentang fungsi Qur’an bagi umat Islam? Yuk, Mari kita bahas.
Pengertian al-Qur’an dan Fungsi al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an
Al-quran merupakan bentuk mashdar dari kata qara’a; timbangan kata (wazan)-nya adalah fu’lan, artinya bacaan. Lebih lanjut, pengertian kebahasaan Al-quran ialah, yang dibaca, dilihat, dan ditelaah.
Secara terminologi terdapat beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ulama sebagai berikut:
a. Menurut ulama ushul fiqh yakni :
القران هو كلام الله تعالى المنزل على محمد صلى الله عليه وسلم باللفظ العر بي
المنقول إلينا بالتواتر المكتوب في المصاحف المتعبد بتلاوته المبدوء بسورةالفاتحه المختوم بسورة الناس
“al-quran ialah firman Allah ta’ala yang diturunkan kepada Muhammad Saw. Berbahasa arab, diriayatkan kepada kita secara mutawatir, termaktub di dalam mushaf, membacanya merupakan ibadah, dimulai dari surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas”
b. Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni:
Al-quran ialah firman Allah yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada “penutup para nabi dan rasul”; (Muhammad) melalui malaikat jibril, termaktub di dalam mushaf, yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, dimulai dari surah al-fatihah dan diakhiri dengan surah an-nas.
c. Menurut Ali Hasbullah :
Al-kitab atau al-quran ialah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Berbahasa arab yang nyata, sebagai penjelasan untuk kemashlahatan manusia di dunia dan di akhirat.
Ditinjau dari aspek terminologi kata al-Qur’an sesungguhnya telah banyak dikemukakan oleh para ‘Ulama. Diantaranya mereka ada yang memberikan pengertian sama dengan al-kitab, karena selain nama al-Qur’an, wahyu tersebut dikenal dengan sebutan al-kitab.
Kaitannya dengan hal ini Al-Khudari memberikan definisi bahwa al-kitab adalah al-Qur’an yaitu lafal bahasa Arab yang diturunkan pada Muhammad untuk dipelajari dan diingat, yang dinukil secara mutawatir, termaktub diantara dua sisi awal dan akhir, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Dalam definisi diatas tegas bahwa al-kitab adalah al-Qur’an itu sendiri. Menurut Al-Amidi penegasan ini dipandang perlu untuk membedakan antara al-Qur’an dengan kitab-kitab lainnya seperti Taurat, Injil dan Zabur. Sebab ketiga kitab ini juga diturunkan oleh Allah yang wajib di imani oleh setiap muslim.
As-Shabuni mengemukakan dalam At-Tibyan Fi Ulum Al-Qur’an, al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan pada Nabi terakhir ditulis dalam beberapa mushaf, bersifat mutawatir dan bernilai ibadah jika dibaca.
Dr. Subhi Saleh menegaskan bahwa al-Qur’an dengan sebutan apapun adalah firman Allah yang mengandung mu’jizat diturunkan pada Muhammad saw ditulis dalam beberapa mushaf serta bersifat mutawatir dan bernilai ibadah jika dibaca.
Dari beberapa definisi dan uraian diatas dapat diambil pengertian dan kesimpulan bahwa Al-Qur’an secara terminologi meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
- Kalamullah.
- Dengan perantara malaikat Jibril.
- Diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
- Sebagai mu’jizat.
- Ditulis dalam mushaf.
- Dinukil secara mutawatir.
- Dianggap ibadah orang yang membacanya.
- Dimulai dengan surah Al-Fatihah dan ditutup dengan surah An-Nas.
- Sebagai ilmu laduni global
- Mencakup segala hakikat kebenaran.
Jadi Al-Qur’an adalah lafadz berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinukilkan secara mutawatir, dan dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal ibadah bila membacanya.
B. Hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an
Pertama : Hukum-hukum aqidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf,mengenai malaikatnya, kitabnya , para rasulNya dan hari kemudian.
Kedua : Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan.
Ketiga : Hukum-hukum amaliyah yang bersangkut pautdengan hal-hal tindakan setiap mukallaf , meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda)
Hukum-hukum amaliyah dalam Al-Qur’an terdiri atas dua cabang hukum , yaitu :
Hukum-hukum ibadah, seperti: sholat, puasa, zakat,haji,nazar,sumpah, dan ibadah-ibadah lain yang mempunyai arti mengatur hubungan manusia dengan tuhannya .
Hukum-hukum muamalah, seperti : akad, pembelanjaan, hukuman ,jinayat (pidana), dan lain-lain selain ibadah. Pokoknya hal-hal yang mempunyai arti : mengatur hubungan manusia dengan sesamanya , baik dilakukan secara perseorangan atau kelompok antar bangsa dan kelompok antar jama’ah (organisasi).
Menurut istilah modern hukum muamalah itu telah bercabang-cabang sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan muamalah manusia atau hal-hal yang secara rinci seperti berikut :
Hukum badan pribadi, yaitu yang berhubungan dengan unit keluarga , mulai dari permulaan berdirinya.
- Hukum perdata, yaitu yang berhubungan dengan muamalah antara perorangan masyarakat dan persekutuannya , seperti : jual-beli, sewa menyewa, gadai menggadai, pertanggungan, syirkah, utang piutang dan memenuhi janji secara disiplin.
- Hukum pidana, yaitu yang berhubungan dengan tindak criminal setiap mukallaf dan masalah pidananya bagi sipelaku criminal.
- Hukum acara , yaitu yang berhubungan denga pengadilan, kesaksian dan sumpah.
- Hukum ketatanegaraan , yaitu yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan dasar-dasarnya.
- Hukum internasional, yaitu yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antar Negara-negara islam dengan bukan Negara islam, dan tata cara pergaulan dengan selain muslim didalam Negara islam.
- Hukum ekonomi dan keuangan, yaitu yang berhubungan dengan hak orang miskin yang meminta , dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang yang kaya, dan mengatur sumber-sumber air (irigasi), serta perbankan.
C. Fungsi Al-Qur’an sebagai sumber hukum
Atas dasar bahwa hokum syara’ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mukalaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hokum adalah Allah SWT. Ketentuannya itu terdapat dalam kumpulan wahyuNya yang disebut Al-Qur’an. Dengan demikian ditetapkan bahwa Al-Qur’an itu sumber utama bagi hokum islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hokum , maka bila seseorang ingin menemukan hokum untuk suatu kejadian tidakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari penyelesaiannya dari Al-Qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain diluar Al-Qur’an.
Selain itu, sesuai dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama atau pokok hokum islam, berarti Al-Qur’an itu menjadi sumber dari segala sumber hokum. Karena itu, jika akan menggunakan sumber hokum lain diluar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
Kekuatan hujjah Al-Qur’an sebagai sumber dan dalil hokum fiqih terkandung dalam ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat manusia mematuhi Allah. Hal ini disebiutkan lebih dari 30 kali dalam Al-Qur’an . perintah mematuhi Allah itu berarti perintah mengikuti apa-apa yang difirmankannya dalam Al-Qur’an.
Al-qur’an adalah sumber hukum yang utama dalam Islam, sebagaimana dalam firman Allah:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya: Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. al-Maidah: 44).
Ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang teguh pada al-qur’an dan hadis sebagai dasar dan sumber hukum-hukum islam dan melarang kita untuk menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan hadis serta dilarang untuk mendurhakai allah dan rasul-Nya.
D. Dalalah Al-Quran Terhadap Hukum
Al-quran yang diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti benar). Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung al-quran adakalanya bersifat qath’I dan adakalanya bersifat zhanni (relatif benar).
Ayat yang bersifat qath’I adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya, ayat-ayat seperti waris, hudud, dan kafarat. Contoh firman Allah dalam surat an-Nisa’,4: 11:
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْف
”Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.”
Contoh lain adalah surat an-Nur,24:2:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”
Dalam kaffarah sumpah, Allah berfirman:
فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ
…maka kafaratnya puasa selama tiga hari…(Q.S. al-maidah, 5: 89)
Bilangan-bilangan dalam ketiga ayat di atas, bagian waris, seratus kali dera bagi orang yang melakukan zina, dan puasa tiga hari bagi yang melakukan kaffarat sumpah, menurut ulama ushul fiqh, mengandung hukum yang qath’I dan bisa dipahami dengan pengertian lain.
Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam al-quran, mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan, misalnya, masalah quru’ dan tangan.
Para ulama ushul fiqh menginduksikan hukum-hukum yang dikandung al-quran terdiri atas:
- Hukum-hukum I’tiqad, yaitu hukum yang mengandung kewajiban para mukalaf untuk mempercayai Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, dan Hari kiamat.
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dalam mencapai keutamaan pribadi mukallaf
- Hukum-hukum praktis yang berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan Penciptanya dan antara sesama manusia.
Hukum praktis ini dibagi menjadi:
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti sholat, puasa, dll
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan muamalah, seperti jual beli, dll
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah pidana
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah ketatanegaraan
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antar Negara
- Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah ekonomi.[5]
E. Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum
Para ulama ushul fiqh menetapkan bahwa al-qur’an sebagai sumber hukum islam telah menjelaskann hukum-hukum yang terkandung dalamnya dengan cara:
- Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah, hukum waris, dll
- Penjelasan al-qu’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum dan mutlak, seperti dalam masalah sholat dan zakat.
Kesempurnaan kandungan al-qur’an dapat dirangkum dalam tiga hal berikut:
- Teks-teks rinci (ju’i) yang dikandung al-qur’an
- Teks-teks global (kulli) yang mengandung berbagai kaidah dan kriteria umum ajaran- ajaran al-qur’an
- Memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum islam lainnya untuk ulama, seperti melalui sunnah Rasul.
Tiga Cara Al-Qur’an Menerangkan Hukum
Ada tiga cara al-Quran menerangkan mengenai hukum. Cara-cara itu ialah:
1). Memberikan keterangan secara keseluruhan (kulli) yaitu dengan menyebut kaidah dan prinsip umum yang akan menjadi asas kepada hukum-hukum terperinci selanjutnya. Antara contoh keterangan seperti ini ialah:
1.a. Perintah berpegang dengan dasar syura sebagaimana yang diterangkan dalam firman Allah:
(Al-‘Imran 3:159)
Maksudnya: Bermesyuaratlah dengan mereka tentang masalah berkenaan. Syura yang dimaksudkan di sini hanya melibatkan perkara-perkara yang boleh diijtihadkan kerana perkara-perkara qat’iyy adalah bersifat thabat
1.b. Perintah berlaku adil seperti mana yang terdapat dalam firman Allah:
( Al-Nahl 16: 90)
Maksudnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan
1.c. Hukum haram menggunakan harta milik orang lain. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah :
(Al-Baqarah 2:188)
Maksudnya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu secara tidak sah (batil).
1.d. Perintah menunaikan janji. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:
(Al-Maidah 5:1)
Maksudnya: Wahai orang-orang yang beriman, tunailah janji
1.e. Kaedah keseksaan mesti sepadan dengan kesalahan sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
(Al-Shura 42: 40)
Maksudnya: Perbuatan jahat balasannya jahat seperti itu juga.
2). Menerangkan hukum secara umum (ijmaliyy) sehingga memerlukan keterangan dan perincian. Contoh-contoh hukum dari bentuk ini ialah:
2.a. Hukum wajib bersembahyang dan membayar zakat. Kewajipan ini diterangkan secara umum oleh Allah dalam firmannya:
(Al-Nur: 56)
Maksudnya: Hendaklah kamu bersembahyang dan tunaikan zakat
Dalam ayat ini Allah tidak menerangkan berapa rakaat sembahyang itu dan bagaimana caranya yang harus dilakukan. Begitu juga Allah tidak menerangkan dalam ayat ini bagaimana dan berapa kadar yang harus dikeluarkan sebagai zakat. Keterangan-keterangan secara terperinci mengenai masalah ini telah dijelaskan oleh Sunnah kemudiannya.
Mengenai sembahyang Rasulullah bersabda :
صلوا كما رأيتموا أصلي
( Bukhari dan Ahmad dan Darami )
Maksudnya : Bersembahyanglah sebagaimana kamu melihat aku sembahyang”.
Mengenai zakat pula Rasulullah menjelaskan perintah yang dibuat secara umum ini dengan menerangkan kadar dan cara mengeluarkannya dalam beberapa hadis baginda.
2.b. Kewajiban mengerjakan ibadat haji seperti mana yang terdapat dalam firman Allah:
Maksudnya : Bagi Tuhan atas manusia ( kewajipan ) menunaikan haji bagi sesiapa sahaja yang mampu berbuat demikian
Bagi menerangkan perintah yang dibuat secara umum ini Rasulullah memberitahu melalui hadis baginda yang mana beliau bersabda :
خذوا عني مناسككم
(Muslim Abu Daud Ibn Majah Al-Nasai)
Maksudnya : Contohilah diriku, gerak kerja haji kamu semua.
2.c. Kewajiban melaksanakan hukum qisas sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
(Al-Baqarah 2:178)
Maksudnya : Wahai orang-orang yang beriman, kamu semua diwajibkan melaksanakan qisas.
Syarat-syarat qisas itu kemudiannya diterangkan oleh hadis-hadis nabi.
2.d. Pengharaman riba. Hal itu sebagaimana diterangkan dalam firman Allah:
(Al-Baqarah 2: 275)
Maksudnya : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Kemudian datang Sunnah Baginda s.a.w menerangkan apa maksud dan bentuk jual beli serta apa bentuk riba itu.
3). Keterangan Hukum secara terperinci,
Sebagaimana yang terdapat pada ayat-ayat mengenai bahagian pusaka, cara melakukan talak, li’an, mereka yang haram berkahwin dengannya dan begitu juga setengah keseksaan yang diistilahkan sebagai “hudud”, seperti hukuman terhadap penzina, pencuri, perompak dan sebagainya.
Kebanyakan keterangan secara terperinci atau tafsilyy ini terdapat dalam ayat-ayat mengenai hukum akidah dan akhlak. Adapun hukum-hukum amali, keterangan mengenainya biasanya dibuat secara prinsip atau secara umum.
Dalam menerangkan hukum-hukum ini al-Quran menggunakan berbagai-bagai gaya. Ini mungkin sebagai suatu cara untuk menarik minat supaya hukum-hukum yang diterangkan itu dihormati dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggari begitu sahaja.
Dalam sesetengah keadaan al-Quran menerangkan hukum wajib dengan menggunakan kata suruh seperti mana dalam firman Allah:
(Al-Nur 24:56)
Maksudnya: Hendaklah kamu bersembahyang
Kadang-kadang untuk tujuan yang sama, al-Quran menjanjikan pembalasan yang baik serta pahala kepada mereka yang melakukan sesuatu itu atau memuji si pelakunya. Sebaliknya untuk menerangkan pengharaman, al-Quran kadang-kadang menggunakan kata larangan seperti yang terdapat dalam firman Allah :
(Al-Baqarah 2:195)
Maksudnya: Janganlah kamu mencampakkan diri kamu sendiri ke lembah kehancuran.
Dalam sesetengah hal ia mencerca orang yang melakukan perbuatan yang dimaksudkan itu atau menjanjikan azab dan neraka serta laknat ke atas orang yang melakukannya.
Ada juga hukum-hukum seperti itu diterangkan dengan cara menyifatkan sesuatu perbuatan itu sebagai cemar atau fasik dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan tersebut biasanya harus diterangkan dengan cara menyebut dan ianya harus dilakukan, diizin melakukannya serta tidak mengapa melakukannya atau sebagainya.
Kadang-kadang sesuatu hukum yang sama itu disebut beberapa kali di tempat yang berlainan. Ini bertujuan untuk mengingatkan dan menegaskan. (Mahmood Zuhdi b. Abdul Majid 1988: 50-52)
F. Kesimpulan
Definisi Al-Qur’an:
A. Al-Qur’an adalah lafadz berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinukilkan secara mutawatir, dan dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal ibadah bila membacanya.
B. Hukum-hukum yang terkandung didalam Al-Qur’an dibagi 3, yaitu :
- Pertama : Hukum-hukum aqidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf,mengenai malaikatnya, kitabnya , para rasulNya dan hari kemudian.
- Kedua : Hukum-hukum Allah yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf berupa hal-hal keutamaan dan menghindarkan diri dari hal kehinaan.
- Ketiga : Hukum-hukum amaliyah yang bersangkut pautdengan hal-hal tindakan setiap mukallaf , meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda)
C. Ditetapkan bahwa Al-Qur’an itu sumber utama bagi hokum islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum , maka bila seseorang ingin menemukan hukum untuk suatu kejadian tidakan pertama yang harus ia lakukan adalah mencari penyelesaiannya dari Al-Qur’an. Selama hukumnya dapat diselesaikan dengan Al-Qur’an, maka ia tidak boleh mencari jawaban lain diluar Al-Qur’an. Selain itu, sesuai dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber utama atau pokok hukum islam, berarti Al-Qur’an itu menjadi sumber dari segala sumber hukum. Karena itu, jika akan menggunakan sumber hukum lain diluar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
D. Al-quran yang diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath’I (pasti benar).
Akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung al-quran adakalanya bersifat qath’I dan adakalanya bersifat zhanni (relatif benar). Ayat yang bersifat qath’I adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipahami makna lain darinya, ayat-ayat seperti waris, hudud, dan kafarat. Adapun ayat-ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafal-lafal yang dalam al-quran, mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk ditakwilkan, misalnya, masalah quru’ dan tangan.
E. Para ulama ushul fiqh menetapkan bahwa al-qur’an sebagai sumber hukum islam telah menjelaskann hukum-hukum yang terkandung dalamnya dengan cara:
- Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah, hukum waris, dll
- Penjelasan al-qu’an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu bersifat global (kulli), umum dan mutlak, seperti dalam masalah sholat dan zakat.
F. Kesempurnaan kandungan al-qur’an dapat dirangkum dalam tiga hal berikut:
- Teks-teks rinci (ju’i) yang dikandung al-qur’an
- Teks-teks global (kulli) yang mengandung berbagai kaidah dan kriteria umum ajaran- ajaran al-qur’an
- Memberikan peluang kepada sumber-sumber hukum islam lainnya untuk ulama, seperti melalui sunnah Rasul.
#nukilan
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Abd.Rahman . 2010.Ushul Fiqh. Jakarta : Amzah
Haroen, nasrun. 1995. Ushul Fiqh I. Ciputat : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran
Syarifuddin, Amir. 1997. Ushul Fiqh. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Artikel Lanjutan: