Hukum Asuransi Unit Link Syariah dalam Islam

| | ,

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb, ustadz

Saya mau bertanya tentang permasalahan muamalah. Saya ikut investasi dana di perusahaan asuransi syariah dan mengambil produk Unit Link Syariah dari tahun 2008 dengan nominal sebanyak Rp. 21.000.000. Kemudian, setelah saya cek pada tahun 2017 uang yang saya investasikan itu sudah bertambah menjadi Rp. 35.000.000. Uang itu adalah full investasi, tidak ada asuransinya sehingga uang tersebut diputar dalam bisnis syariah oleh perusahaan asuransi syariah tersebut sehingga kita mendapat bagi hasil usaha. Apakah transaksi seperti itu diperbolehkan? Apakah seperti itu riba?

Jazakallah khair
26/09/2017
______________________

Jawaban

Hukum Asuransi Unit Link Syariah dalam Islam

asuransi unit link syariah
asuransi unit link syariah

1. Unit Link Syariah merupakan produk asuransi jiwa yang dikaitkan dengan investasi syariah dengan model sekali pembayaran yang menawarkan berbagai pilihan dana investasi syariah. Di samping mendapatkan potensi hasil investasi, produk ini juga akan memberikan perlindungan yang luas, tidak hanya terbatas pada risiko kematian melainkan memberikan perlindungan terhadap risiko menderita cacat total dan tetap. Produk ini memberikan keleluasaan bagi Pemegang Polis untuk memilih investasi syariah yang memungkinkan tingkat pengembalian investasi yang baik dalam jangka panjang, sesuai dengan kebutuhan dan profil risiko Pemegang Polis.

2. Berdasarkan penjelasan mengenai produk unit link diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Unit link adalah produk asuransi jiwa di perusahaan asuransi syariah
2. Komposisi kontribusi dalam produk ini terdiri dari tabarru dan investasi
3. Bagi hasil yang didapatkan oleh peserta itu didapatkan dari bagi hasil atas penempatan investasi
4. Unit link adalah produk asuransi jiwa sebagaimana produk asuransi jiwa di perusahaan asuransi syariah lainnya. Bedanya, investasi unit link dilakukan di reksa dana baik melalui deposito, sukuk, atau saham

3. Berdasarkan gambaran tersebut, jika merujuk pada peraturan dan fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah, maka dapat dijelaskan beberapa ketentuan sebagai berikut :

1. Untuk kontribusi peserta, terdiri dari dana tabarru dan investasi. Jadi, jika total premi yang dibayarkan satu juta, maka sebagian untuk tabarru dan sebagian lagi untuk investasi.
2. Skema tabarru yang dilakukan antara peserta dengan kelompok peserta asuransi itu menggunakan skema hibah atau tanahud. Dimana setiap peserta menghibahkan dananya untuk kelompok peserta asuransi, sehingga setiap dana tabarru itu menjadi milik semua peserta.
3. Dana tabarru tersebut itu dikuasakan kepada perusahaan asuransi untuk diinvestasikan, hasilnya untuk menutup klaim atau biaya pertanggungan para peserta.

4. Sebagian dana tersebut diinvestasikan. Layaknya manajer investasi, dana tersebut diinvestasikan di pasar uang, saham, sukuk, atau deposito, sehingga setiap peserta mendapatkan bagi hasil. Kebolehan investasi sebagian dana premi ini dibolehkan berdasarkan fatwa DSN MUI tentang pedoman asuransi syariah No 21/DSN-MUI/X/2001.

5. Sebagaimana yang terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional tentang pedoman asuransi syariah No. 21/DSN-MUI/X/2001 bahwasannya terdapat dua akad dalam asuransi syariah yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan.akad tersebut adalah akad tijari dan tabarru.

Akad tijari ini merupakan mudharabah. Sedangkan akad tabarru yang dimaksud adalah hibah. Dalam pemenuhan akad ini, sekurang-kurangnya harus disebutkan :

a. Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.
b. Cara dan waktu pembayaran premi.
c. Jenis akad tijari dan/atau akad tabrru serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

Para pihak (peserta dan perusahaan) memiliki kedudukan yang berbeda dalam akad tabarru dan tijari. Dalam akad tijairi (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola). Dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis); Sementara itu, dalam akad tabarru (hibah). Peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. Lalu, dalam akad tijari dan tabarru terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut :

a. Jenis akad tijari dapat diubah menjadi jenis akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajiban.
b. Jenis akad tabarru tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijari.

Berikut merupakan dalil mengenai dana tabarru dalam asuransi syariah :

Firman Allah SWT dalam Q.S Al-Maidah [5] : 2

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (المائدة: ٢

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (Q.S Al-Maidah [5] : 2)
_____________

Kesimpulan Hukum Asuransi Unitlink Syariah

Bagi hasil yang didapatkan atas unit link itu sesuai syariah, karena setiap dana asuransi ditempatkan dalam instrumen syariah.

Wallahu a’lam
__________________

Referensi:

  • Standar Syariah AAOIFI tentang Asuransi
  • Riba, Gharar dan Kaidah-Kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih dan Ekonomi ( Dr. Oni Sahroni, M.A. & Ir. Adiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P ) PT. RajaGrafindo Persada
  • Fatwa DSN MUI tentang Pedoman Asuransi Syariah No. 21/DSN-MUI/X/2001
    Interview dengan Praktisi Asuransi

_______________________
Artikel di atas Ditulis oleh : www.facebook.com/onisahronii

Tinggalkan komentar